Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran Berharga dari Kasus Cilegon United

24 September 2017   22:52 Diperbarui: 25 September 2017   09:40 3336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari harapan menjadi bencana. Itulah situasi yang sedang menimpa Cilegon United (CU), klub kontestan Liga 2 asal Provinsi Banten. Pada musim ini, harapan The Volcano, untuk mencicipi kasta teratas sepakbola nasional cukup terbuka. Karena, mereka sukses lolos ke babak 16 besar. Ini jelas sebuah prestasi tersendiri bagi mereka. Karena, klub ini baru berdiri tahun 2012 silam.

Sebelumnya, klub wakil kota Cilegon terakhir, yang sempat mentas di kompetisi kasta teratas sepak bola nasional, adalah Pelita Krakatau Steel Cilegon (2004, kini Arema FC). Tapi, setelah klub ini hengkang dari Cilegon, kota ini tak mempunyai klub kontestan liga Indonesia, sampai berdirinya Cilegon United.

Dari segi materi, mayoritas skuad, CU memang diisi pemain muda minim pengalaman. Tapi, kuatnya dukungan, dari pemerintah daerah setempat, dan suporter lokal mereka, membuat tim ini cukup kuat, terutama saat bermain di kandang. Bahkan, mereka sempat membuat kejutan, dengan merekrut pelatih Arcan Iurie (Moldova), eks pelatih Persija dan Persib, . Jelas di sini, CU serius membidik target tetap bertahan di Liga 2, sambil mengintip peluang membuat kejutan, (jika mampu) "naik kelas" ke Liga 1.

Untuk target awal, Cilegon United sudah memenuhinya. Dengan lolos ke fase 16 besar, mereka sudah pasti bertahan di Liga 2. Tapi, peluang mereka membuat kejutan masih terbuka. Meski sempat kalah 1-2 atas PSS Sleman, Rabu (20/9) kemenangan 1-0 saat menjamu PSPS Pekanbaru, Minggu (24/9), mengembalikan mereka ke jalur kemenangan. Tapi, jalan menuju babak berikutnya masih panjang, karena mereka masih harus menjalani 4 laga lagi di babak 16 besar, dengan lawan yang cukup seimbang. selain PSS dan PSPS, ada juga Persis Solo yang harus mereka hadapi.

Sekilas, harapan ini cukup terbuka. Sayang, sehari sebelum kemenangan atas PSPS, The Volcano justru mendapat pukulan telak. Karena, Yudi Aprianto, Manajer mereka, bersama 3 orang stafnya, tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat menerima uang transfer sebesar Rp 800 juta. Lima hari sebelumnya, mereka diketahui menerima uang Rp 700 juta. Sekilas, tak ada yang salah dengan dana Rp 1,5 miliar itu, jika dilihat dari sisi kebutuhan operasional klub. Tapi, KPK mengendus adanya tindak pelanggaran di sini. Karena, dana ini diduga adalah uang suap, untuk memuluskan proses perijinan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), pada proyek pembangunan supermarket di Cilegon, yang disamarkan sebagai dana CSR (hibah) untuk klub Cilegon United. Akibatnya, sepak bola kita kembali disorot negatif.

Kasus pencucian uang semacam ini, sebetulnya bukan barang baru di sepak bola kita. Bahkan, ini adalah hal jamak di masa lalu, tepatnya saat tiap klub masih memakai dana APBD hingga puluhan miliar rupiah per tahun, tanpa ada kejelasan, ke mana larinya uang tersebut. Meski lalu ada larangan penggunaan APBD untuk klub, ini lebih mirip himbauan, daripada aturan. Karena, pendanaan pada sebagian klub di Indonesia, masih dibantu dana APBD pemerintah daerah asal klub. Hanya saja, kali ini pemerintah daerah "meminjam tangan" BUMD, atau memberikan dana dari pihak swasta ke klub, seperti pada kasus yang dialami Cilegon United ini.

Mengingat masih belum bagusnya transparansi, dan akuntabilitas klub di Indonesia, kasus CU ini, harusnya dapat dijadikan momentum, untuk membersihkan potensi pelanggaran serupa, baik di klub, maupun instansi terkait (baca: PSSI). Setelahnya, kita juga perlu membenahi tata kelola persepakbolaan nasional secara menyeluruh. Supaya, persepakbolaan nasional tidak terus terpuruk. Karena, klub dan federasi sepak bola, yang belum mampu transparan, akuntabel, dan profesional, tak ubahnya mesin cuci uang, bagi mereka yang cerdas tapi serakah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun