Mereka adalah: Jepang (2002 dan 2010), Korea Selatan (2010), dan Arab Saudi (1994). Untuk perempat final, ada Korea Utara (1966). Di tingkat semifinal, ada Korea Selatan (2002).
Hanya saja, tanpa bermaksud mendiskreditkan, capaian Tim Ginseng tahun 2002 tergolong kontroversial. Karena, pada fase gugur (16 besar vs Italia, dan 8 besar vs Spanyol), mereka banyak diuntungkan oleh keputusan kontroversial wasit.Â
Belakangan, dalam kasus megakorupsi FIFA, yang beberapa waktu lalu sukses melengserkan Sepp Blatter, muncul dugaan bahwa prestasi ini sudah diskenariokan sebelumnya.Â
Motivasinya jelas; Korea Selatan ingin melampaui prestasi tertinggi Korea Utara tahun 1966. Menariknya, 3 negara yang dihadapi Korea Selatan di fase gugur Piala Dunia 2002, yakni Italia, Spanyol, dan Jerman, secara kebetulan menjadi juara di 3 edisi Piala Dunia berikutnya.Â
Italia menjuarai edisi 2006, Spanyol juara edisi 2010, dan Jerman juara edisi 2014. Sebuah kebetulan yang aneh.
Jebloknya performa para raksasa Asia di Piala Dunia, dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, mereka terbiasa bermain dengan terlalu mengandalkan keunggulan fisik yang dimiliki (misal postur tubuh, dan kecepatan), dan kurang mengoptimalkan aspek teknik.Â
Di tingkat Asia, pola permainan ini memang ampuh. Tapi, di tingkat dunia, ini adalah bunuh diri. Karena, lawan-lawan dari benua lain (Afrika, Eropa, dan Amerika) lebih unggul secara fisik, dan teknik.
Kedua, ego individu yang masih kuat untuk bersinar sendirian dalam tim. Secara kultural, ini memang mejadi sisi paradoksal karakter masyarakat Asia; bersifat kolektif, tapi ego individunya cukup tinggi. Akibatnya, kerja sama tim cenderung lemah, dan rawan dieksploitasi lawan. Tak heran, jika para raksasa Asia malah jadi kerdil di tingkat dunia.
Ketiga, adanya rasa mudah puas, dan terlalu menghormati lawan. Akibat rasa mudah puas inilah, wakil-wakil Asia tak bisa konsisten mencetak prestasi bagus di Piala Dunia.Â
Selain itu, mereka juga terlalu menghormati tim lawan, terutama lawan dengan nama besar. Akibatnya, performa tim tidak maksimal, lawan pun tak akan segan membantai.Â
Padahal, sepak bola adalah olahraga kompetitif, dimana posisi tiap tim yang bertanding setara saat laga berlangsung.