Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sebuah Pelajaran dari "Marquee Player" di Liga 1 Indonesia

22 Mei 2017   15:55 Diperbarui: 22 Mei 2017   17:22 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak mulai bergulir, pada bulan April lalu, Liga 1 Indonesia mempunyai satu warna baru, yakni regulasi pemain asing 2+1+1 marquee player. Sekilas, aturan ini terlihat seperti modifikasi dari regulasi pemain asing 3 (pemain luar benua Asia)+1 (pemain Asia). Hanya saja, ada perbedaan di sini. Dimana, terdapat marquee player, yakni pemain yang minimal pernah bermain di liga top Eropa, misalnya, Didier Zokora (Semen Padang, Pantai Gading), Michael Essien (Persib, Ghana), Peter Odemwingie (Madura United, Nigeria), dan Mohamed Sissoko (Mitra Kukar, Mali).

Setelah Liga 1 berjalan sebulan lebih, marquee player terbukti sukses menarik perhatian publik, baik Indonesia maupun mancanegara. Perekrutan marquee player setidaknya terbukti mampu, mendatangkan "wow effect" di masyarakat, dan pemberitaan positif di media. Ini menjadi modal positif bagi persepakbolaan nasional, yang sedang mulai "move on", setelah bebas dari sanksi FIFA, beberapa waktu lalu.

Dari segi ilmu, mungkin tak banyak ilmu mereka, yang akan didapat pemain kita. Karena, kebanyakan dari marquee player ini, sudah berusia senja, untuk ukuran pesepakbola. Lagipula, sistem kontrak pemain, di klub sepakbola kita masih bernuansa amatir; kontrak tahunan, yang baru akan diperpanjang, setelah kontrak itu habis. Dengan catatan, performa si pemain bagus, harganya masuk akal, dan usianya sesuai regulasi. Jika performanya jelek, kontraknya bisa selesai lebih cepat dari seharusnya.

Tapi, datangnya marquee player ke Indonesia, justru memberi manfaat ilmu, bagi suporter, manajemen klub, dan tim pelatih (pelatih dan staf-stafnya). Bagi suporter, ilmu yang didapat, dari marquee player adalah, cara mengenai bagaimana mereka belajar, untuk dapat menilai performa pemain, secara lebih objektif. Tak hanya bermanfaat bagi suporter, ilmu ini juga bermanfaat, bagi tim pelatih, dan manajemen klub.

Dari marquee player, mereka seharusnya dapat mulai belajar memahami, bahwa akan sangat tidak adil, jika semua marquee player, dinilai hanya dari gol yang dicetaknya. Padahal, posisi bermain marquee player di Liga 1 bermacam-macam. Ada yang memang seorang penyerang, ada yang berposisi gelandang serang, ada juga yang berposisi gelandang bertahan.

Dari sinilah, perlu ada penilaian yang lebih objektif, soal kinerja si marquee player, berdasarkan posisi bermainnya. Misalnya, dengan melihat tingkat akurasi umpan, disipliner, tingkat akurasi tekel, kemampuan positioning, dan sejenisnya. Lagipula, dalam sepakbola modern, seperti saat ini, performa seorang pesepakbola, dinilai dari tiap aspek permainan, sampai detail terkecil, berdasarkan posisi bermainnya. Dengan model penilaian objektif semacam inilah, pemain seperti N'Golo Kante, bisa mendapat apresiasi khalayak sepakbola dunia, sebagai pemain berkualitas. Jika patokannya hanya jumlah gol yang dicetaknya, Kante tentu tidak akan dianggap sama sekali.

Bagi manajemen klub, marquee player adalah sebuah pelajaran berharga mahal. Bagi manajemen klub, marquee player adalah sebuah perjudian. Dengan harga kontrak yang mahal, si pemain hanya akan jadi masalah, jika ternyata performa dan kondisi kebugarannya jeblok. Memang, kedatangan marquee player akan dapat menarik sponsor, atau menambah pendapatan klub. Tapi, jika manajemen klub salah pilih, sebagus apapun CV masa lalunya, marquee player ini tak lebih, dari kucing dalam karung.

Bagi tim pelatih, marquee player adalah sebuah pelajaran berharga. Disini, mereka dapat belajar, tentang bagaimana menyusun menu latihan yang tepat, sambil membantu proses adaptasi fisik si pemain, yang sebelumnya belum pernah bermain di Indonesia. Karena, marquee player Liga 1, umumnya berasal dari belahan Bumi bagian barat (Eropa, Afrika, Amerika Latin), yang perbedaan waktunya cukup jauh dengan Indonesia. Karena perbedaan waktu inilah, ritme jadwal kegiatan si pemain, termasuk jam tidurnya, perlu ditata ulang dengan tepat. Selain itu, aspek adaptasi lingkungan, juga tak boleh diabaikan. Untuk marquee player, yang sebelumnya berstatus tanpa klub, perlu diterapkan penanganan khusus yang lebih intensif. Supaya, kondisi fisik marquee player ini, dapat bugar saat bermain, dan menampilkan performa maksimal

Merekrut marquee player, adalah salah satu cara, untuk memperkuat tim, sambil memperbaiki citra kompetisi. Tapi, sehebat apapun CV karir bermainnya, mereka tetap harus ditangani dengan tepat, dan dinilai kinerjanya secara objektif. Karena, mereka bukan manusia setengah dewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun