Jika membahas Ajax Amsterdam, ada banyak figur pemain, dan pelatih ikonik di sana. Dari sekian banyak figur ikonik itu, Hendrik Johannes Cruyff, alias Johan Cruyff, adalah figur paling ikonik. Cruyff, yang wafat pada 24 Maret 2016 lalu, akibat terkena kanker paru-paru, adalah sosok yang sukses menuai banyak prestasi di Ajax, baik sebagai pemain (1964-1973 dan 1981-1983), maupun pelatih (1985-1988).
Sebagai pemain, sosok yang identik, dengan nomor punggung 14 ini, adalah ujung tombak, sekaligus motor serangan tim. Bersama Cruyff sebagai pemain, Ajax diantaranya mampu mendominasi liga Belanda, dan meraih hat-trick juara Liga Champions (1971, 1972, 1973). Sebagian besar prestasi Cruyff bersama Ajax, diraihnya, pada periode pertamanya di Ajax (1964-1973). Periode ini, menjadi masa keemasan Ajax, yang belum mampu diulang hingga kini.
Pada era yang sama, dan dengan peran yang sama, alumnus Jong Ajax (tim muda Ajax) ini, juga sukses meraih 'juara tanpa mahkota', bersama timnas Belanda, di Piala Dunia 1974, dan meraih medali perunggu, di ajang Euro 1976.
Di Piala Dunia 1974, meski Belanda gagal menjadi juara, Cruyff sukses meraih Golden Ball (Pemain Terbaik Turnamen) di ajang itu. Prestasi personal ini, belum mampu disamai, oleh pemain Belanda lainnya. Pemain Belanda, yang mampu mendekati capaian ini, adalah Wesley Sneijder, yang meraih Silver Ball Piala Dunia 2010, saat Belanda kembali menjadi finalis turnamen. Ketika itu, Sneijder (yang juga alumnus Jong Ajax), kalah bersaing dengan Diego Forlan (Uruguay), yang meraih Golden Ball di ajang itu.
Sedangkan, saat melatih Ajax, Cruyff sukses meraih gelar KNVB Beker (Piala Belanda) 1986 & 1987, dan Piala Winners (almarhum, kini setingkat Liga Europa) 1987. Tak hanya meraih trofi, peraih 3 Ballon d'Or (1971, 1973, 1974) semasa bermain ini, juga sukses mengorbitkan pemain macam Frank Rijkaard, dan Marco Van Basten, yang lalu menjadi legenda Belanda berikut, setelah dirinya.
Sebagai bentuk apresiasi, pada 25 April 2017 lalu, bertepatan dengan peringatan hari jadi Cruyff yang ke 70, Ajax Amsterdam mengumumkan pergantian nama stadion mereka (yang juga kandang timnas Belanda), dari yang sebelumnya bernama Amsterdam Arena, menjadi Johan Cruyff Arena. Pergantian nama ini dapat terwujud, setelah tercapainya kesepakatan, antara pihak klub, pengelola stadion, dewan kota Amsterdam, dan disetujui, oleh pihak keluarga Johan Cruyff (yang diwakili oleh Jordi Cruyff, putra Johan Cruyff).
Pengabadian nama Johan Cruyff kali ini, merupakan yang ketiga kalinya terjadi, dalam persepakbolaan Belanda. Sebelumnya, nama Cruyff sudah diabadikan KNVB (PSSI-nya Belanda), sebagai nama, untuk ajang Piala Super Belanda (Johan Cruiyff Schaal, setara ajang Community Shield di Inggris), dan nama penghargaan, untuk Pemain Muda Terbaik liga Belanda (Johan Cruyff Award).
Pengabadian nama Cruyff kali ini, mengingatkan kita pada ungkapan; "bangsa yang besar, adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya". Dalam konteks Ajax, mereka mengubahnya menjadi; "klub yang besar, adalah klub yang mau menghargai jasa pemainnya". Cruyff memang sudah tiada. Tapi, nama, dan karya besarnya akan selalu diingat.
Salut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H