Jika bicara soal pelatih berprestasi, maka nama Josep "Pep" Guardiola, akan termasuk di dalamnya. Sejak mulai melatih tim utama Barcelona tahun 2008, sampai mundur tahun 2012, tak ada musim, yang dilaluinya, tanpa meraih gelar juara. Situasi ini berlanjut, saat ia menangani Bayern Munich (2013-2016).
Tapi, catatan mentereng ini terhenti, saat Pep menangani Manchester City musim 2016/2017 ini. Musim tanpa gelar pertama Pep, dipastikan saat The Eastlands kalah 1-2 dari Arsenal, di babak semifinal Piala FA, Minggu (23/4, GMT). Kekalahan ini didapat, setelah gol Nacho Monreal, dan Alexis Sanchez, hanya mampu dibalas, oleh Sergio Aguero. Dengan kegagalan ini, praktis target realistis tersisa City adalah posisi 4 besar EPL, untuk dapat lolos ke Liga Champions musim depan.
Kegagalan City musim ini, sebetulnya tak terlalu mengejutkan. Karena, masih belum ada kesepahaman yang baik, antara pemain City dan Pep, soal filosofi permainan tim. City, yang selama ini terbiasa bermain langsung, belum sepenuhnya terbiasa, dengan gaya Pep, yang menekankan dominasi di tiap aspek permainan, dalam balutan gaya sepakbola indah. Akibatnya, semua berjalan tak sesuai rencana awal Pep. Performa City pun belum sesuai harapan.
Selain itu, komposisi skuad, yang ditangani Pep saat ini, berbeda dengan sebelumnya. Sebagian skuad City saat ini, adalah pemain-pemain senior, yang masa puncak performanya sudah lewat. Ini jelas berbeda, dengan Bayern dan Barca, yang dulu ia latih. Kedua tim ini, bermaterikan bintang top dunia, yang berusia matang.
Kualitas materi tim, di Barca dan Bayern, ditambah minimnya tim pesaing di liga Spanyol dan Jerman, membuat semua terlihat mudah bagi Pep. Pekerjaan Pep, di dua tim ini makin mudah. Karena, kedua tim sudah mempunyai identitas yang kuat. Filosofi permainan kedua tim pun cenderung sama, dengan filosofi Pep; sekadar menang saja tak cukup.
Untuk saat ini, City jelas belum mencapai tahap itu. Mereka masih dalam tahap mencari identitas pola permainan tim. Belum lagi, materi skuad City masih harus segera diremajakan. Jika tidak, mereka akan tertinggal, dalam persaingan EPL yang ketat. Di sini, Pep mempunyai dua tugas sekaligus; membentuk ulang pola permainan, dan kerangka komposisi pemain dalam tim.
Tugas ini, jelas tak akan mudah. Tapi, ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi Pep. Di sinilah, kapabilitas Pep sebagai seorang manajer akan diuji. Bagi Pep, ini akan menjadi ajang pembuktian diri, bahwa ia benar-benar seorang manajer hebat, yang mampu meraih sukses, dimanapun ia melatih. Mampukah Pep dan City bangkit, di musim depan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H