Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Layakkah Essien, Cole dan Odemwingie Disebut sebagai Marquee Player?

2 April 2017   09:45 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada gelaran Liga 1, yang akan dimulai, pertengahan April mendatang, PSSI menerapkan beberapa regulasi baru PSSI membuat beberapa regulasi baru, seperti kebijakan marquee player, pembatasan jumlah pemain usia 35 tahun ke atas, dan lain-lain. Diantara sejumlah kebijakan itu, kebijakan marquee player, menjadi suatu gebrakan tersendiri.

Sebelumnya, kebijakan semacam ini, sudah diberlakukan, di liga-liga seperti MLS (Amerika Serikat), A-League (Australia), dan ISL (India). Secara nonteknis, tujuannya, adalah untuk menambah daya tarik kompetisi, meningkatkan nilai jual kompetisi, menambah pemasukan klub, dan menarik minat penonton. Secara teknis, tujuan merekrut marquee player, adalah untuk memperkuat tim, dan membantu perkembangan pemain muda. Contoh terkini marquee player di MLS (Amerika Serikat), adalah Bastian Schweinsteiger (eks kapten timnas Jerman), yang baru saja pindah ke Chicago Fire. Marquee player, yang pernah singgah di A League, diantaranya, Alessandro Del Piero (Italia). Sementara itu, marquee player, yang pernah bermain di ISL (India), diantaranya, Roberto Carlos (Brasil), dan Diego Forlan (Uruguay).

Baik MLS, ISL, maupun A League, sama-sama memiliki standar kriteria, dan regulasi yang jelas. Secara umum, kriteria marquee player, di ketiga liga ini adalah; pemain tersebut pernah berkompetisi, di liga top dunia (misal EPL, La Liga, dan Serie A) selama beberapa tahun berturut-turut, dan pernah membela timnas negaranya, minimal dalam kejuaraan tingkat benua (misal Euro, Copa America, dan Piala Afrika). Selain itu, setiap klub, yang mengontrak marquee player, harus mempunyai alokasi dana khusus, agar dapat membayar gaji marquee player, tanpa mengorbankan gaji pemain lain, ofisial tim, atau berutang kesana kemari. Sehingga, pembayaran gaji pemain, dan ofisial tak bermasalah, kondisi keuangan klub pun tetap sehat.

Sayangnya, di Liga 1, belum ada regulasi resmi yang paten, mengenai marquee player. Misalnya, dalam hal klub terakhir yang dibela, sebelum pindah ke Indonesia. Jika standar pemain yang dipakai, adalah Michael Essien (Ghana, Persib), maka akan aneh, jika Peter Odemwingie (Nigeria, sempat didekati Madura United), atau Carlton Cole (Inggris, Persib), digolongkan sebagai marquee player. Karena, klub terakhir yang dibela Essien, adalah Panathinaikos, klub yang bersama Olimpyakos, rutin mendominasi kasta teratas Liga Yunani, dan rutin tampil di Liga Champions atau Liga Europa tiap musimnya. Sedangkan, klub terakhir yang dibela Odemwingie (Roterham United, Inggris), dan Cole (Sacramento Republic, Amerika Serikat), sama-sama berlaga di kompetisi kasta kedua liga domestik masing-masing. Jika berdasarkan klub terakhirnya, maka Odemwingie dan Cole, adalah pemain asing biasa, yang sesuai regulasi PSSI, tentang standar minimal, dari kasta kompetisi klub terakhir, yang dibela pemain asing, yakni kasta kedua liga domestik suatu negara.

Situasi akan berbeda, jika kriterianya adalah, pemain tersebut pernah berkompetisi, di liga top dunia (misal EPL, La Liga, dan Serie A) minimal selama beberapa tahun berturut-turut (misal, minimal dalam 5 tahun beruntun), dan pernah membela timnas negaranya, minimal dalam kejuaraan tingkat benua. Jika berdasarkan kriteria ini, Odemwingie, dan Essien adalah marquee player. Karena, Odemwingie pernah bermain di EPL, antara tahun 2010-2015. Di timnas, Odemwingie memperkuat Nigeria, di Piala Dunia 2010 dan 2014, plus Olimpiade 2008. Sedangkan Essien, pernah bermain di EPL, La Liga, dan Serie A, antara tahun 2005-2015. Di timnas, Essien memperkuat Ghana, di Piala Dunia 2006 dan 2014. Di tingkat benua, keduanya juga pernah membela timnas masing-masing di Piala Afrika. Sedangkan, Cole hanya pernah 7 kali membela timnas Inggris, semuanya saat laga ujicoba resmi FIFA, antara tahun 2009-2010.

Carlton Cole baru dapat digolongkan, sebagai marquee player, jika kriterianya adalah pemain tersebut pernah berkompetisi, di liga top dunia (misal EPL, La Liga, dan Serie A) minimal selama beberapa tahun berturut-turut (misal, minimal dalam 5 tahun beruntun), dan pernah membela timnas negaranya, minimal dalam laga ujicoba resmi FIFA.

Mengingat besarnya potensi biaya dan dampak marquee player bagi klub, dan kompetisi, ke depannya, PSSI perlu menetapkan standar kriteria, dan regulasi (termasuk dalam hal penggajian) yang jelas. Supaya, marquee player yang didatangkan, benar-benar berkualitas, bermanfaat bagi tim, dan kompetisi, tanpa tertunggak gajinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun