2-1, itulah skor yang diraih AC Milan dalam 3 laga terakhir. Tepatnya, saat mereka menghadapi Napoli (22/1, Serie A), Juventus (26/1, perempatfinal Coppa Italia), dan Udinese (29/1, Serie A). Sayangnya, ketiganya adalah skor 2-1, untuk kekalahan Milan. Akibatnya, Si Merah-Hitam (nilai 37), kini terdampar di urutan 7 klasemen sementara, tertinggal 7 angka dari Napoli (44), di posisi 3, batas akhir zona Liga Champions di Serie A. Selain itu, mereka juga tersingkir, dari ajang Coppa Italia. Sebuah penurunan drastis, untuk sebuah tim, yang mengawali musim dengan baik.
Memang, Milan sempat mengawali musim 2016/2017, dengan baik. Milan mampu bersaing di papan atas Serie A, bahkan, mereka sempat mengalahkan Juventus 1-0. Inilah start terbaik mereka, dalam tiga musim terakhir. Performa bagus ini, mencapai puncaknya, saat mereka mampu menjuarai Piala Super Italia 2016, di Doha (Qatar), setelah mengalahkan Juventus (1-1 ; 4-3 adu penalti) 23 Desember 2016 silam. Sebuah pertanda cerah, untuk sebuah tim, yang materinya didominasi pemain muda.
Memasuki awal tahun 2017, Milan masih tampil bagus, dengan mengalahkan Cagliari 1-0 (9/1, Serie A), dan Torino 3-2 (13/1, perdelapanfinal Coppa Italia). Dalam laga melawan Torino, mereka bahkan sempat tertinggal lebih dulu, sebelum akhirnya menang. Sebuah mental baja. Tapi, kemenangan ini, justru membuka kelemahan Milan di area pertahanan. Karena, saat mereka kembali bertemu Torino, di liga, mereka bermain imbang 2-2, lalu kalah 2-1 tiga kali beruntun. Praktis, kemenangan atas Cagliari, menjadi catatan tanpa kebobolan terakhir mereka sejauh ini, dan satu-satunya, sejak pergantian tahun. Kelemahan mereka dalam bertahan, terlihat jelas, dengan selalu kebobolan dua gol tiap laga, dalam lima laga terakhir.Â
Jika melihat materi pemainnya, sebenarnya Milan cukup bagus secara lini per lini. Ada kiper muda berbakat 'Gigio' Donnarumma di bawah mistar ; De Sciglio, dan Romagnoli di area pertahanan; gelandang kreatif macam Suso, dan Bonaventura di lini tengah; dan, Carlos Bacca, yang cukup subur, di lini depan. Tapi, permasalahan utama mereka, ada pada taktik, yang diterapkan Vicenzo Montella, sang pelatih. Montella, yang menggemari taktik sepakbola menyerang, memang membuat pola permainan Milan jadi lebih menarik. Tapi, taktik ini, justru menjadi titik lemah tersendiri bagi Milan. Mereka cenderung kurang disiplin saat bertahan, dan lemah terhadap serangan balik lawan. Memang, Donnarumma mampu membuat sejumlah penyelamatan penting, dan tampil bagus di bawah mistar. Tapi ia jelas tidak bisa terus bekerja sendirian. Mau tak mau, Milan harus membenahi sektor pertahanan mereka, jika masih ingin mengakhiri musim ini di papan atas klasemen Serie A.
Anehnya, pada bursa transfer Januari 2017 ini, Milan tidak merekrut (baca; meminjam) pemain bertahan tambahan. Mereka justru meminjamkan pemain sayap/penyerang Mbaye Niang ke Watford (Inggris), dan meminjam Gerard Deulofeu, gelandang serang dari Everton (Inggris). Sebuah aktivitas belanja, yang terkesan tambal-sulam. Meminjam pemain, memang menjadi opsi realistis bagi Milan saat ini, mengingat belum tuntasnya peralihan kepemilikan klub, dari Silvio Berlusconi (Italia), ke Sino-Europe Sports (Konsorsium asal Tiongkok). Sehingga, anggaran belanja pemain klub menjadi terbatas. Tapi, alih-alih membenahi lini belakang yang rapuh, mereka justru menambal-sulam lini serang yang sudah cukup bagus.
Dengan dana transfer terbatas, dan aktivitas belanja pemain yang aneh, di tengah penurunan performa, mampukah Milan bangkit kembali?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H