Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pilkada DKI dan Kisah Ali Sadikin

6 Desember 2016   09:16 Diperbarui: 6 Desember 2016   09:29 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal Pilkada DKI Jakarta, salah satu hal yang rutin dibahas adalah, sosok Gubernur yang dipandang sukses di masa lalu. Sosok yang biasanya rutin diperbincangkan, adalah, Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977.

Jika menilik sejarahnya, sebenarnya Bang Ali, begitu ia biasa disapa, tidak pernah terpikir sama sekali, untuk menjadi seorang gubernur. Apalagi, namanya tidak masuk dalam daftar kandidat awal, yang ketika itu, direkomendasikan oleh Wakil Perdana Menteri Dr, J. Leimena. Adalah Presiden Soekarno, yang ketika itu menyodorkan kriteria karakter ideal, untuk sosok Gubernur Ibukota. Bung Karno menyatakan; "Saya perlukan orang yang keras, tegas, dan, berani.". Berdasarkan kriteria tersebut, maka disodorkanlah nama Ali Sadikin. Tetapi, dengan satu catatan: Ali Sadikin mempunyai sifat koppig. Ternyata, justru sifat inilah, yang diidamkan Bung Karno, untuk sosok ideal Gubernur DKI Jakarta.

Ali Sadikin lalu dipanggil menghadap ke Istana, untuk bertemu Bung Karno. Di Istana, Bung Karno menanyakan kesediaan Ali Sadikin, untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Meski sempat merasa kaget, Ali Sadikin menyatakan bersedia. Karena, bagaimanapun, ini adalah perintah Presiden, selaku Panglima Tertinggi Negara. Tetapi, tetap saja hatinya masih bertanya-tanya; "Mengapa Saya?"

Pertanyaan itu baru terjawab, saat Bung Karno menyampaikan pidato pelantikan Gubernur, pada tanggal 28 April 1966. Dalam pidatonya, Bung Karno menyampaikan:

"Ada yang ditakuti dari Ali Sadikin itu. Apa? Ali Sadikin itu orang yang keras. Dalam bahasa Belanda, ada yang menyebutnya een koppige vent, koppig…. Saya kira, dalam hal mengurus Kota Jakarta Raya ini, baik juga een beetje koppigheid (sedikit keras kepala). Apalagi, ndoro, dan ndoro den ayu sudah tahu, tidak boleh membuang sampah semau-maunya di pinggir jalan. Tetapi, masih banyak toh, yang membuang sampah di pinggir jalan. Nah, itu perlu dihadapi oleh orang yang sedikit keras, yang sedikit koppig. ", (Dikutip dari: Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977, karya Ramadhan K.H).

Dalam perjalanannya, Ali Sadikin membuktikan, visi Bung Karno benar adanya. Pada eranya, Jakarta benar-benar tertata rapi. bersih, dan modern. Sosok koppig ini pun terus diingat masyarakat, sebagai salah satu Gubernur terbaik Ibukota.

Koppig, keras, tegas, dan berani. Itulah kriteria karakter ideal Gubernur DKI Jakarta, menurut Bung Karno -selain kompetensi teknis tentunya-. Dari sisi negatif, koppig biasa diartikan sebagai keras kepala, atau bandel. Sedangkan, dari sisi positif, koppig bisa juga berarti teguh hati, atau setia pada komitmen. Walaupun sudah 50 tahun berlalu, sejak dipilihnya Ali Sadikin, kriteria ini agaknya masih relevan. Apalagi, problem Jakarta saat ini jauh lebih rumit, daripada tahun 1966, saat Ali Sadikin dilantik pertama kali, sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Bagaimanapun, untuk memimpin daerah seperti Jakarta, tidak diperlukan sosok yang sekadar pintar, santun, atau hobi pencitraan. Yang penting, ia mau, dan mampu melayani masyarakat sepenuh hati. Bagaimana menurut Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun