Mohon tunggu...
Yosh Widyawan
Yosh Widyawan Mohon Tunggu... Guru - 🇮🇩

☕ Sekedar penikmat rasa, kata dan makna📝

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mudik, Cukup Nostalgia Dulu Saja

24 Mei 2020   08:03 Diperbarui: 24 Mei 2020   09:56 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun, kegiatan mudik menjadi hal rutin dan wajib bagi keluarga kami. Mudik ke rumah Mertua, menempuh perjalanan dari Salatiga menuju Rembang. Dengan jarak tempuh perjalanan sekitar 172 km  dan menikmati berkendara santai selama 4 jam.

Situasi pandemi ini, terpaksa membuat kami harus menahan rindu untuk bersilaturahmi Lebaran. Hanya bisa  membayangkan kemeriahan Lebaran tahun-tahun lalu ketika masih bisa berkumpul bersama orang tua dan saudara-saudara.

Apalagi, pemerintah menghapus cuti bersama tanggal 22 Mei yang sebelumnya masuk dalam cuti bersama Hari Raya Idul Fitri. Saya pun sudah semestinya mengikuti himbauan-himbauan pemerintah demi keamanan bersama terkait wabah Corona.

Kegembiraan melepas kangen dan saling bercerita bersama saudara-saudara yang selama ini terpisah jarak, mewarnai kebersamaan. Suasana ini seakan mengingatkan semua, bahwa rindu semakin menggebu, seiiring lamanya waktu tak bertemu. Rasa rindu ini saya tuangkan dalam puisi, disini.

Saya kira , semua kini banyak yang harus menahan diri untuk mudik bertemu sanak keluarga yang jauh di sana. Tak ada salahnya mengingat kembali kenangan untuk mengobati kerinduan. Dengan mengingat hal-hal yang lucu, mengesankan atau mungkin menggelikan.

Melepas ketegangan dengan nostalgia, sekedar mengingat hal-hal seru, lucu dan menyenangkan yang pernah dialami. Lumayan bisa "senyam-senyum" sendiri.. hehe..

Beberapa hari kemarin kebetulan saya kembali bertemu dengan beberapa Teman lama di media sosial. Dari Teman SD hingga Teman-teman semasa kuliah. Spontan saja ada keinginan mengumpulkan mereka dalam group percakapan media sosial. Ada kenangan yang kembali diungkapkan dalam percakapan, sampai ada pertanyaan kapan bisa bertemu atau berkumpul kembali. Harapan-harapan itu juga saya tuliskan dalam puisi, klik disini.

Ada hal lain lagi yang masih membuat saya tersenyum, ketika mengingat mudik. Justru pengalaman sewaktu ada di perjalanan mudik yang sering terbayang.

Kita semua tahu kan betapa ramainya jalan, jika sudah saatnya mudik tiap tahunnya. Di berbagai media pasti penuh dengan liputan khusus seputar info mudik. Keramaian dan kemacetan sudah pasti ada meski sudah diupayakan pemerintah , dengan berbagai macam cara untuk mengurainya.

Di media sosial tahun lalu banyak guyonan dan sindiran-sindiran seputar mudik. Salah satunya pemudik yang pulang mudik membawa sekaleng biskuit "Khong Guan" dan pulang kembali dari mudik membawa sekarung beras. Guyonan ini ternyata mengena, karena saya pun juga sering pulang kembali dari mudik membawa sekarung beras. Hahaha,,, jadi malu.. :D

Memang kebetulan di rumah Mertua selalu berkelimpahan beras dan sering kali kami yang diwajibkan membawa. Ya sudahlah, itu rejeki dari Tuhan melalui Orang tua. Tidak baik kalau menolaknya.. hiks,,hiks.. :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun