Jelasberita. [caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="Banjir mendatangkan malapetaka di Abidjan, ibukota Pantai Gading, Juni 2014. Foto: IRIN / Alexis Adele"][/caption]
Kantor Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) hari ini, Kamis (4/12), mengumukan bahwa tahun 2014 masuk dalam tahun terpanas yang pernah tercata akibat kombinasi suhu air laut global memecahkan rekor dan emisi gas rumah kaca menembus rekor tertinggi. Ini memberikan peringatan bahwa efek yang melanda perubahan iklim terus mempengaruhi perubahan iklim.
“Apa yang kami saksikan tahun 2014 sesuai dengan prediksi kami yaitu perubahan iklim pesat,” ujar Sekretaris Jenderal WMO Michel Jarraud dalam siaran pers. “Kombinasi suhu panas dengan curah hujan deras dan banjir merusak mata pencaharian dan kehidupan. Apa yang sangat tidak biasa dan mengkhawatirkan tahun ini ialah suhu meningkat pada area luas permukaan laut, termasuk di belahan bumi utara.”
Suhu laut yang tinggi, kata PPB, telah memberikan kontribusi terhadap curah hujan yang sangat lebat dan banjir bandang yang hebat di banyak negara dan kekeringan ektrem di tempat lain. 12 badai besar di Atlantik telah memporak-porandakan Inggris pada awal bulan di tahun 2014, sementara banjir menghancurkan seluruh wilayah Balkan pada Mei. Meskipun terjadi curah hujan bulanan di sisi Pasifik Jepang Barat pada Agustus 2014, suhunya 301 persen di atas norma- tertinggi dari rata-rata sejak perhitungan statistik dimulai pada 1946.
Pada saat yang sama, kekeringan yang melumpuhkan telah melanda sebagian besar wilayah daratan Amerika Serikat, sementara Tiongkok Timur Laut dan bagian dari lembah Sungai Kuning tidak mencapai setengah dari rata-rata musim panas, menyebabkan kekeringan yang parah.
WMO dalam siaran persnya mencatat bahwa empat belas dari lima belas tahun terpanas semuanya berlangsung sejak abad ke-21. Jika kondisi Desember terus berlanjut seperti saat ini maka tahun 2014 akan cenderung menjadi rekor terpanas setelah tahun 2010, 2005, dan 1998.
“Pemanasan global tidak berhenti. Emisi gas rumah kaca tercatat tinggi dan kombinasi konsentrasi atmosfer membuat planet memiliki masa depan yang tidak pasti dan tidak ramah,” pungkas Jarraud.
Sumber : Jelasberita.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H