Mohon tunggu...
yosephine purwandani
yosephine purwandani Mohon Tunggu... Freelancer - karyawan swasta

Ibu dengan 3 anak Hobi : mendengarkan musik, koleksi perangko

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menjaga "Tiyang Sepuh" (Bahasa Jawa yang Berarti Orang Tua)

16 April 2024   14:03 Diperbarui: 16 April 2024   15:22 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Cerita ini hanyalah untuk berbagi pengalaman. Bukan untuk menghakimi satu dengan yang lain. Saya meyakini bahwa setiap orang, setiap keluarga memiliki caranya masing-masing untuk menerapkan banyak hal dalam kehidupannya, termasuk menjaga tiyang sepuh.

Kondisi kesehatan orang tua akan berbeda satu dengan yang lain. Ada yang berusia lebih dari 60 tahun masih dalam kondisi sehat dan bugar, namun tidak sedikit yang sudah mengalami penurunan kesehatan, dengan berbagai keluhan atau penyakit yang diderita.

Ada yang tinggal berdua saja, ada yang tinggal sendiri, ada yang tinggal bersama anaknya, tidak menutup ada kondisi lain. Untuk anda yang tinggal dekat dengan rumah orang tua, mungkin tidak menjadi masalah orang tua hidup sendirian atau berdua saja, apalagi kondisi masih sehat dan bugar dan anda dengan mudah bisa mampir dan periksa sesekali kondisi beliau di rumah. Tidak bisa dipungkiri ada kondisi yang sangat tidak menyenangkan, rumah jauh, kondisi kesehatan kurang baik, nah dalam hal ini apa yang harus kita lakukan?

Beberapa orang berjibaku membagi waktu dengan meluangkan waktu dan tenaga untuk "membelah diri" untuk keluarga kecilnya dan untuk orang tuanya. Lalu bagaimana seharusnya? manakah yang seharusnyaa? karena sejatinya tidak ada buku ketentuan umum merawat orang tua dengan baik dan benar. Semua dikembalikan ke pola dan gaya masing-masing keluarga.

Saya pribadi mengatasi jarak dan kondisi kesehatan yang kadan naik turun, saya mengandalkan kearifan lokal untuk membantu sehari hari. Kami ambil pengasuh daerah sekitaran untuk membantu dan menemani orang tua,  Apakah kami kaya?? Tidak sama sekali, apakah kami juga surplus bulanan? tidak juga, bahkan kami dalam "kasta" minimalis dan kritis dalam setiap bulannya he he, tapi kami mencoba tetap mengusahakan pengasuh untuk kebutuhan rumah, sopir untuk kebutuhan kontrol bahkan kami juga punya "petugas dadakan beli sarapan" dalam kondisi khusus, kami memiliki perawat siap sedia datang ketika yah...wajar dalam sekali dua kali sebulan ada keluhan kesehatan dan seperti SUPERMAN, kedatangan perawat ini sedikit banyak membuat lebih bersemangat dan "ayem"(bahasa jawa =tenang)untuk orang tua kita. Di beberapa orang tua diperiksa perawat aau dokter itu ada semacam ketenagan tersendiri. Apakah kami kaya?TIDAK SAMA SEKALI seperti yang sudah kami sampaikan. Tapi kami menyadari bahwa kondisi jarak membuat kami tak bisa selalu ada, kondisi kesehatan membuat kami harus berfikir bagaimana bila ini, bagaimana bila itu sampai kepada tukang gas pun kami siapkan, semata mata karena kami ingin menjaga orang tua kami dalam kondisi sehat pikiran sehat  raga yang kami harapkan selalu terjaga. Embak di rumah orang tua kami tidak sekedar menjadi ART, namun juga menemani ngobrol, menemani jika perlu ada acara kondangan atau acara formal, banyak sekali varian Job Desk-nya, namun tentuanya tidak boleh dikesampingkan si embak tetep harus bisa istirahat siang bahkan serumah (embak dan kedua orang tua kami) semua tidur pulas di siang hari.  

Tapi semua kembali ke pilihan, seringkali dengan gaya ini kami dianggap kaya, "untung kamu sangat berkecukupan, jadi kamu bisa memenuhi kebutuhan orang tuamu". Sering sekali kami dengar itu. Sulit untuk menjelaskan bahwa pilihan ini dibuat bukan atas dasar kelebihan uang, tapi kami mencoba memaknai bahwa saat kami tidak bisa menjaga ada kepanjangan tangan kami yang bisa ada di sana untuk menemani dan membantu. Bukan tidak sedikit kami melihat, dan tentuanya merasa prihatin, banyak anak yang berkecukupan, namun entah tidak terpikir atau tidak tergambarkan untuk memberikan satu saja pengasuh untuk orang tuanya yang bahkan hidup sendiri dan dalam kondisi kesehatan yang kurang baik. Bukankah berasa sangat sepi dan membosankan jika sendirian dan dalam kondisi aktivitas yang terbatas? Sungguh sedih.

Jadwal pulang juga kami tetapkan, paling sedikit 1 bulan sekali kami harus mudik ke orang tua untuk memberikan suntikan kebahagiaan didatangi anak dan cucu. Capek? pasti, perjalanan 2 -3 jam setelah weekday habis energinya untuk bekerja dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka weekend yang didambakan adalah rebahan, namun kami menyadari bahwa akan ada waktu waktu yang tidak bisa tergantikan, maka lelahpun kami tetap sempatkan berkunjung dan tinggal semalam bersama keluarga kecil kami di rumah orang tua.

Ada cerita lain. Sang anak setiap malam, harus berpindah ke rumah orang tua untuk menemani ibunya yang sendirian dirumah dan dalam kondisi sangat kehilangan suami tercinta belum genap setahun.Apakah ini hal buruk? sama sekali tidak, keren sekali si anak ini yang rela larut malam datang, pagi pagi membersihkan rumah orang tua lalu berangkat pergi bekerja, sangat mulia sekali hatinya, dan saya yakin si ibu ini akan sangat bahagia dengan sikap anak ini, tapi coba kita berpikir : 1 Si Anak juga memiliki keluarga, maka akan tidak sehat jiwa dan raga jika hal ini terus dilanjutkan, 2. Di siang hari si Ibu akan kesepian seharian karena tidak ada teman, menurut kami perlunya teman bukan sekedar ART, namun menjadi yeman keseharian supaya tidak merasa sendiriam. Dan saya tau keluarga ini dalam kondisi ekonomi yang sangat baik, saya pikir bukan menjadi masalah jika membayar pengasuh, namun itu kembali ke pola pemikiran dan kebutuhan masing -masing keluarga, hanya saja saya ikut prihatin.Mungkin belum terpikirkan, saya hanya berpikir demikian.

Terlepas dari baik, buruk kenangan yang kita miliki, karena tidak sedikit anak yang memiliki kepahitan dalam kehidupan maa kecilnya oleh perlakuan orang tuanya, namun pilihan ada di tangan kita, maka tidak ada yang salah, masing-masing bebas merdeka menetapkan yang diyakini, namun ingatlah, masa masa itu kelak akan berlalu, dan jangan biarkan dirimuterdiam dalam sesalmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun