Rabu malam (20/7/2016), setelah menyelesaikan Focus Group Discussion (FGD) bersama salah satu unit dari Kementerian Ristek Dikti di salah satu hotel bintang 4 di Jakarta Pusat, saya memutuskan untuk beristirahat di kamar yang telah disediakan. Menginap di hotel yang sama dengan tempat berlangsungnya FGD. Ketika beberapa teman lain yang juga diundang FGD, memilih untuk jalan-jalan menikmati malam Jakarta dan nonton bioskop, saya memilih di kamar saja, untuk melanjutkan menulis buku yang telah lama tak kunjung selesai.
Seperti biasa, saat menulis, saya harus ditemani kopi dan makanan ringan. Kopi sudah disediakan di kamar dan saya tinggal mencari makanan ringan. Dari google map di Android saya, tampak ada beberapa minimarket yang berlokasi dekat hotel. Minimarket yang sangat populer, tersebar (mungkin) seantero negeri. Saya pun langsung mendatanginya. Setelah mendapatkan makanan dan minuman ringan, saya duduk sejenak di teras minimarket tersebut. Untuk sekadar minum sambil mengamati suasana malam Ibu Kota.
Apa Tujuan Melepas Sandal?
Saat melihat si Ibu melepas sandalnya dan meletakkan sandal itu di dekat keset teras minimarket, saya langsung “malu” dengan Beliau. Meskipun saya tak mengenalnya. Sebelumnya, saya masuk minimarket itu nyelonong saja, tanpa berpikir apakah ada perintah melepas alas kaki atau larangan menggunakan alas kaki di dalam minimarket. Meskipun, saya belum pernah menemui minimarket yang melarang pelanggannnya untuk melepas alas kaki –-termasuk minimarket ini yang hampir selalu ada di titik-titik strategis jalan raya--, tapi larangan/aturan itu tentu adalah hak pemilik minimarket. Apapun dampaknya, itu adalah hak mereka. Itu yang tidak saya perhatikan.
Sebenarnya, saat itu saya menunggu neliau keluar dan ingin bertanya, mengapa melepas sandal? Tapi saya melewatkan momen itu. Saya yang saat itu tengah fokus merenung memikirkan jawaban pertanyaan itu, tak menyadari ternyata beliau sudah berjalan hendak menyebrang jalan. Oleh sebab itu, jawaban dari pertanyaan itu hanya bisa saya prediksi.
Setelah mengamati perilaku ibu itu, prediksi saya: beliau melepas sandalnya karena takut mengotori lantai minimarket dan itu untuk menghormati “tuan rumah”, pihak minimarket. Prediksi saya ini berdasar pada: pertama, tidak ada larangan menggunakan sandal saat akan masuk dan berbelanja. Artinya, beliau secara sadar dan rela melepas sandalnya. Kebetulan, beberapa jam sebelumnya, Jakartra Pusat dan sekitarnya diguyur hujan deras, menimbulkan genangan air di beberapa titik permukaan jalan. Genangan yang berpotensi mengotori sandal si ibu.
Sepertinya, beliau tak ingin sandalnya mengotori lantai minimarket. Kedua, dilihat dari perilaku beliau saat masuk, kemudian langsung menuju rak produk, lalu memilih dan mengantre di bagian kasir, dengan luwes dan lancar dan tanpa “tanya-tanya” dengan pegawai minimarket atau pengunjung lain. Artinya, ini bukan kali pertama beliau belanja di minimarket ini dan sudah paham dengan kondisi minimarket, termasuk penggunaan alas kaki di dalam minimarket.
Ketiga, di dalam minimarket, tentu beliau akan melihat pengunjung lain menggunakan alas kaki. Jika alasan melepas sandal karena “takut” dilarang mengenakan sandal di dalam minimarket, mungkin beliau akan keluar untuk mengambil dan mengenakan kembali sandalnya, karena banyak yang menggunakan sandal. Tapi itu tidak Ia lakukan, meskipun ia berbelanja cukup lama. Keempat, Jika bukan karena ingin menghormati “tuan rumah” minimarket, mungkin beliau akan minder di dalam, karena beliau sendiri yang telanjang kaki. Minder, lalu keluar untuk mengambil dan mengenakan kembali sandalnya. Tapi itu juga tidak Ia lakukan.
Contoh Perilaku yang Bertolak Belakang dengan SI Ibu Pelepas Sandal
Sikap Beliau yang menghormati dan secara sadar tak ingin mengotori lantai dengan sandalnya, memberikan saya banyak pelajaran. Beberapa tahun lalu, saya pernah dengan seenaknya masuk ruangan (di salah satu unit di instansi tempat saya bekerja) tanpa melepas sepatu. Karena saya tidak melihat tulisan perintah melepas alas kaki, yang ternyata ada di lantai tepat di bawah pintu. Saya baru menyadari ketika melihat orang-orang di sana hanya mengenakan kaus kaki dan ada yang telanjang kaki, lalu menemukan perintah melepas alas kaki. Saya pun langsung kembali ke pintu dan melepaskan sepatu. Malu, karena masuk ruangan tanpa berusaha melihat aturan yang berlaku di sana.