Pandemi Covid- 19 belum ada tanda-tanda penurunan semenjak pasien penderita pertama di umumkan pada bulan Maret tahun 2020. Bermacam-macam isu berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga mereka bingung untuk membedakan yang mana berita benar dan berita yang salah terkait itu semua.
Berita berkembang sangat cepat di media digital, hampir-hampir pemerintah kewalahan menangani tentang isu tersebut, belum lagi yang menyebarkan lewat pesan berantai di media sosial bahkan membuat video dan menyebarkan di chanel pribadinya.
Mungkin perkara diatas adalah biasa saja bagi orang-orang yang sudah melek tekhnologi dan dapat membedakan antara channel sebuah berita resmi dengan corong-corong info amatiran yang tak bertanggungjawab.
Akan tetapi bagaimana pula jika melalui corong-corong tersebut para lansia dan orang yang tak melek tekhnologi  menonton dan menjadikan itu sebagai pedomannya dan menyebarkan ke orang lain. Seolah-olah itu adalah berita benar, padahal semua itu adalah hoax murahan yang mengakibatkan sangat fatal dalam pemahaman tentang Covid-19.
Sudah saatnya pemerintah dan semua stagholder terkait untuk terus bekerja lebih keras lagi dalam  membasmi channel-channel berita hoax ditengah-tengah masyarakat agar masyarakat tidak menerima info menyesatkan. Ketenteraman hidup para orang tua dan orang-orang yang tak melek teknologi.
Tujuan tersebut akan tercapai tentunya jika pemerintah dan masyarakat saling bekerjasama dalam semua aspek, memahami tugas masing-masing untuk keberlangsungan negeri Indonesia secara jangka panjang.
Sebelumnya penulis pernah menjumpainya tentang berita hoax yang berkembang, hal ini pernah ditulis pada kesempatan sebelumnya di kolom kompasiana.com, yaitu video seorang bayi dalam gendongan bisa berbicara yang meminta "telor mama,...telor mana...."untuk obat corona-19.
Video tesebut sempat membuat heboh para kaum ibu-ibu sekampung, yang memikirkan bahwa itu adalah berita benar, lalu mereka sibuk mencari telor di tengah malam buta".Â
Setelah diteliti bahwa video  adalah hasil editing oleh tangan-tangan jahil, itu ditandai pada ukuran mulut si bayi yang memang tidak sesuai dengan tubuh bayi mungil tersebut.
Yang tersebut diatas adalah bagian terkecil yang pernah ditemukan oleh penulis dan beredar ditengah-tengah masyarakat desa, mungkin masih banyak lagi di tempat-tempat lain yang tak terekpos ke media, semoga kita semua bijak dalam mengelola media sosial. Jikalau kita tidak bisa membantu dalam menyelesaikan permasalahan pelik dimasa sekarang, maka lebih baik memilih diam, karena orang bijak pernah menyebutkan bahwa diam itu emas. (YS)*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H