Mohon tunggu...
M Yusuf Is
M Yusuf Is Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sosialisator Penggerak Literasi Nasional 2022

Menulis itu ibarat makanan yang terserap dalam tubuh dan menjadi energi yang dahsyat dalam bertindak, Jangan ragu-ragu untuk memberikan yang terbaik. __Tulisan mempunyai hak cipta__ Contact : 085362197826 FB : Muhammad Yusuf Ismail Ar-Rasyidi Tweeter : @ismayusuf Email : Ismailyusuf8@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Desa yang Berkeadilan

19 Oktober 2017   14:54 Diperbarui: 19 Oktober 2017   15:01 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita tentu sudah sangat tahu bahwasanya Desa adalah bagian sub-terkecil dalam mengelola pemerintahan di Indonesia. Pengelolaan desa dalam beberapa era dekade pemerintahan di indonesia penuh dinamika dan pasang surut. Itu ditandai dengan lahir beberapa program yang dicanangkan oleh kementerian yang berwewenang mengelola pemerintahan dimasa beberapa rezim.

Desa yang paling tua di indonesia adalah desa adat yang mana dia sudah lahir sebelum kemerdekaan indonesia ini ada. Maka ketika sesudah indonesia itu merdeka maka ada kekhususan tentang desa tersebut, seperti kampung Tua di Batam, Walaupun Pulau tersebut di jadikan pulau Industri oleh negara namun desa tersebut tidak boleh di ganggu gugat oleh siapapun, karena sebelum negara indonesia itu ada desa tersebut sudah ada ditengah tengah indonesia.

Diera jokowi-jk program membangunan desa sudah memasuki ranah khusus atau disebutnya membangun Indonesia dari pinggiran. Program tersebut menjadi program utama dan juga bisa dikatakan sebagai "Ajian Ampuh''Sebagai perekat Desa di dalam negera Indonesia. Pembangunan Indonesia sebenarnya tidak terlepas dari pembangunan negara, dia tidak bisa dipandang sebelah mata lalu follow up-nya lari entah kemana.

Satu lagi mengenai kata '' Pinggiran''. Itu sepertinya berbau rasis dalam artian ilmu pengetahuan, tentu kalau ada pinggiran, mesti ada pertengahan, sebagai pembandingnya. Kalau tujuan pemaknaan pinggiran disana sebagai letak geografis itu sah-sah saja. Sekali lagi tidak ada kota di indonesia ini jikalau tidak ada desa yang telah melahirkan orang-orang hebat yang notabene tinggal diperkotaan.

Terlepas dari itu semua tentu kita sangat berharap tentang lahirnya Indonesia yang mandiri, berdiri diatas kaki sendiri, berswasembada pangan, tidak lagi menumpukkan utang yang bergoni-goni ke Bank Dunia, Jika utang terus berlanjut maka akan patah bahu anak cucu kita untuk membebani semua tanggungan itu. Semua cadangan devisa negara akan terus tergerus juga anak cucu akan hanya akan menghisap debu dari  sisa perencanaan pembangunan yang  hanya terus-terusan direncanakan.

Jika segmen-segmen desa benar-benar dibangun, diberdayakan oleh yang memegang stakeholder pembangunan dengan jujur dan amanah, maka semua cita-cita bangsa yang mulia itu tidak mustahil akan dicapai. Jangan seperti diibaratkan oleh orang tua-tua kita terdahulu mencari orang jujur ibarat mencari Gagak yang putih sayapnya, sungguh sangat langka (ys).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun