BEBERAPA WAKTU TERAKHIR INI, sebuah akun kaskus bernama Fufufafa boleh dikatakan menghebohkan jagat maya kita. Konon akun Fufufafa dikabarkan mengejek dan menghina banyak tokoh terkenal Indonesia termasuk Presiden terpilih  Prabowo Subianto.
Konon khabarnya setelah usut punya usut ternyata diduga pemilik akun kuskas itu adalah Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden terpilih Indonesia. Lho, ada apa ini?
Menurut Okky Madasari  dalam Halte, Jawa Pos (Sabtu, 21 September 2024) celetukan dan perkataan-perkataan Gibran melalui akun Fufufafa merefleksikan seseorang yang rendah moral dan rendah intelektualitas yang paralel dengan pengakuannya yang tidak suka membaca.
Ini mengingatkan lagi dalam sebuah video lama yang beredar luas baru-baru ini, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka dengan terang terangan mengaku bahwa ia tidak gemar membaca buku.
Bahkan ia juga menyebutkan bahwa di keluarganya tidak ada budaya membaca buku. Wah, ini tentulah sebuah pernyataan yang konyol, boleh dikatakan demikian.
Lagi-lagi menurut Okky Madasari, pernyataan Gibran ini sebuah pernyataan langka di era di mana pemimpin seharusnya menjadi contoh masyarakat dalam mencintai ilmu pengetahuan. Telah kita ketahui bersama bahwa salah satu sumber Ilmu pengetahuan adalah buku.
Pada hal di sebuah perpustakaan tua yang sudah didirikan para misionaris Eropa pada era tahun 1950 di sana terpampang tulisan indah dan bersejarah  "Buku adalah Gudang Ilmu, Membaca adalah Kuncinya!"
Ya. Saat ini bangsa Indonesia sedang giat-giatnya mengkampanyekan  literasi membaca dan menulis. Tapi bagaimana hal itu terjadi jika pemimpin yang mengkampanyekan literasi itu ternyata bukan seorang literator?
Atau bahkan pemimpin kita justru tidak mengkampanyekan literasi, tetapi justru yang lain yang bertentangan dengan itu! Dan harap ini tidak terjadi!
Setahu saya, karakter para pemimpin bangsa kita mulai dari Soekarno hingga Ma'ruf Amin adalah tokoh-tokoh yang mencintai literasi. Ya, tentu mereka suka membaca sehingga mereka bisa fasih berbicara di depan umum. Termasuk pada waktu melakukan siaran pers. Sebab kemampuan berbicara dan menulis jelas membutuhkan intelektualitas.