Kalau saya ditanya "Kapan terakhir kali Kompasianer naik pesawat?" Jawabannya sudah lupa entah kapan ya. Tapi yang paling kuingat terus sampai sekarang ini bahkan mungkin tak bisa kulupakan sampai ajal menjemput adalah "Pengalaman pertamaku naik pesawat terbang!"
Ya boleh dibilang paling menarik dari semua pengalaman hidupku. Ketika Kompasiana mengangkat isu harga tiket pesawat domestik mahal, saya malah bersyukur karena sudah pernah naik pesawat pertama kali pada tanggal 1 bulan Agustus tahun 1988.
Mau tahu ceritanya? Sudah penasaran ya....
Oke baiklah. Kali ini saya mau buka rahasia pertama kali naik pesawat terbang yang oleh masyarakat NTT khususnya teman-temanku di Manggarai waktu itu menyebutnya "Burung Besi".
Waktu itu saya bersama seorang temanku Anton Kono, yang boleh saya sebutkan namanya di sini biar dia juga ikut terkenang akan masa yang silam. Kami berdua adalah calon mahasiswa STKIP Santo Paulus Ruteng Flores kala itu. Kedatangan kami ke Ruteng sebenarnya sudah terlambat karena saat itu di kampus sudah mulai dengan masa OSPEK alias Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus.
Teman-teman kami yang berasal dari Timor semuanya sudah duluan ke sana dengan menggunakan Kapal Laut atau Kapal Fery. Kami sendiri mendapat tugas belajar dari gereja dalam hal ini pihak keuskupan.
Karena sudah terlambat, maka kami "diperintah" oleh pimpinan untuk menggunakan pesawat terbang. Maka kepada kami berdua dibelikan tiket pesawat maskapai Merpati Air lines.
Kompasianer tahu, berapa harga tiketnya kala itu? Saya masih ingat betul harga tiket pesawat Merpati Airlines Kupang (Koe) - Ruteng (Rtg) sebesar Rp 65.000 (enampuluh lima ribu rupiah).
Kompasianer bisa membayangkan betapa senangnya hati kami berdua karena bisa mengendarai si burung besi yang bernama Merpati itu. Dalam waktu yang sesingkat-singkatnya yaitu 1 jam 10 menit, kami tiba di Bandar Udara Satar Tacik Ruteng-Manggarai, yang kini sudah berganti nama menjadi Bandara Frans Sales Lega Ruteng.
Penerbangan Kupang-Ruteng ditempuh dalam hitungan menit saja yaitu sekitar 70 menit. Itu artinya lebih cepat dari perjalanan darat kami dari Kefamenanu ke Kupang yang memakan waktu hampir tujuh jam waktu itu.