Pengantar
Masih ingatkah para Kompasianer kisah tentang peran dunia binatang dalam kehidupan manusia? Ada banyak kisah yang diceritakan mengenai peranan binatang tertentu dalam kehidupan, misalnya kisah tentang Kancil dan buaya, atau kisah tentang anjing dan kucing, burung gagak dan lain-lain. Cerita-cerita itu selain menarik juga memberi pesan tertentu bagi manusia.
Dalam masyarakat Timor, khususnya Atoni Pah Meto (Suku Dawan) di Timor Barat mempunyai banyak kisah menarik tentang dunia binatang. Misalnya DR. Eben Nuban Timo seorang penulis dan Teolog, kelahiran Kupang, Amarasi menulis sebuah buku tentang kemitraan Israel, Gereja dan Agama-agama dengan latar belakang kisah tentang "Dua perempuan dan Musang" dengan judul "Foni Bil Metan" (Ledalero, 2007).
Kisah-kisah tentang dunia binatang itu umumnya berfungsi untuk memberi pesan atau ajaran atau nasehat bagi manusia, misalnya kisah Kancil dan Buaya memberi pesan atau nasehat kepada manusia untuk saling menghargai, tidak menyalahgunakan kebaikan orang lain dan tidak bersikap picik terhadap sesama.
Burung Murai (Kolo'Kotos)
Lain halnya dengan Burung Murai atau dalam Bahasa Atoni Pah Meto (Dawan) Kolo' Kotos. Kolo' berasal dari kata "Kolo" artinya burung, dan Kotos dari kata "koto' artinya berbintik-bintik, belang, hitam bergaris putih. Pemberian nama Kolo'Kotos oleh masyarakat Dawan (mungkin) didasarkan pada warna bulunya yaitu belang atau hitam bergaris putih.
Lain kali pemberian nama terhadap binatang atau hewan dalam Bahasa Atoni Pah Meto (Dawan) didasarkan pada bunyi yang dikeluarkan, misalnya  'Teke  (Tokek: Indonesia); Kol Ao (burung Gagak), dan lain-lain.
Dalam peradaban umat manusia, burung selalu menjadi pengantara, pembawa berita dan juga penolong bagi manusia. Misalnya dalam Kitab Taurat, khususnya Genesis, dikisahkan bahwa setelah air bah surut, pada hari ke-40, (Nabi) Nuh membuka tingkap yang dibuatnya pada bahtera itu, lalu mula-mula ia melepaskan seekor burung gagak, dan burung itu terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi.
Kemudian Nuh melepaskan seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang? Tetapi burung merpati itu tidak mendapat tempat tumpuan kakinya lalu ia pulang ke bahtera. Pada tujuh hari kemudian, burung merpati itu dilepaskan lagi oleh Nuh dan menjelang waktu senja, burung merpati itu kembali mendapati Nuh dan pada paruhnya dibawanya sehelai  daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi (Gen 8: 6-12).
Demikianlah hingga saat ini burung merpati menjadi lambang dan logo bagi pengiriman surat/berita  (Kantor Pos) dan dalam Gereja Katolik khususnya, merpati berparuh putih dengan sehelai daun zaitun menjadi logo bagi Komisi Kateketik sebagai Komisi Pewartaan Kabar Baik.