Orang Dawan atau Atoni Pah Meto merupakan suku terbesar yang mendiami pulau Timor, khususnya di Timor Barat, mulai dari Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, sebagian kabupaten Belu, dan sebagian lagi Kabupaten Malaka.Â
Menurut catatan Ethnolog berkebangsaan Belanda bernama Prof. Dr. Ormeling, kata atau sebutan Dawan sebenarnya berasal dari penduduk daerah Belu Selatan (sekarang Kabupaten Malaka). Nama itu digunakan untuk menyebut tetangga mereka yang tinggal di sebelah barat, terutama di daerah pedalaman atau pegunungan. Nama Dawan itulah yang terus digunakan untuk menyebut atau mengenal kelompok-kelompok  suku bangsa sekaligus untuk bahasa mereka. Jadi ada suku Dawan dan berbahasa Dawan (Andreas Tefa Sawu, 2004: 14).
Suku Dawan memiliki beranekaragam budaya dan tradisi, baik menyangkut adat kelahiran, perkawinan maupun kematian. Di antara berbagai tradisi itu, adat kematianlah yang paling banyak menyita waktu dan perhatian.
Orang Dawan mempunyai keyakinan bahwa orang yang meninggal dunia, hanya berpindah tempat yaitu berpindah dari dunia orang hidup ke dunia orang mati.
Orang Dawan juga percaya bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Â Artinya bagi orang Dawan tidak ada kematian kekal. Meskipun belum ada penelitian mengenal hal ini, namun orang Dawan juga percaya akan adanya re-inkarnasi jiwa orang yang telah meninggal dunia dalam bentuk binatang atau hewan tertentu. Kepercayaan ini berhubungan dengan adanya kepercayaan terhadap totemisme (mengenai hal ini akan dibahas pada tulisan berikut).
Kembali ke adat kematian orang Dawan.
Menurut kepercayaan orang Dawan, seseorang yang meninggal dunia harus diatur dengan sebaik-baiknya atau dalam bahasa Dawan disebut 'Pailouel' dirawat atau dipelihara. Lagi-lagi karena adanya keyakinan bahwa dia tidak mati, melainkan beralih ke dunia yang baru.
Karena adanya keyakinan bahwa dia yang sudah meninggal itu tidak mati selama-lamanya, maka ketika jenazah masih disemayamkan di rumah duka dan masih berjaga bersama (mete) sering terjadi apa yang disebut 'Nitu Nsae' atau 'Niut Sa'e' yang berarti 'orang mati naik', maksudnya orang mati itu datang (naik) pada seseorang yang masih hidup. Biasanya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata 'kesurupan'.
Menurut beberapa orang yang sering mengalami kesurupan pada saat menjaga orang mati, umumnya mereka mengatakan bahwa sebelum seseorang kesurupan, biasanya mereka mengalami beberapa gejala sebagai berikut kepala terasa berat, badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan mengantuk.Â
Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subyek yang mengalami. Namun beberapa waktu sesudah itu, tiba-tiba mereka tidak mampu mengendalikan dirinya lagi.