Hari Senin, 16 Mei 2022 merupakan Hari Raya Waisak yaitu Hari Raya yang sangat mulia dan sakral bagi Umat Beragama Buddha. Pada hari yang sangat sakral, ini saya bersama seluruh keluargaku mengucapkan Selamat Hari Raya Waisak bagi para Kompasianer dan Pembaca sekalian Umat Budha yang merayakannya. Semoga di hari yang sangat suci dan mulia ini, kebahagiaan dan kebijaksanaan sejati senantiasa turun dan menerangi jalan hidup kita.
Hari Raya Waisak kali ini bertepatan dengan satu minggu setelah Idul Fitri bagi umat Islam. Sedangkan bagi umat Nasrani merupakan hari pertama dalam Pekan Paskah kelima, di mana dalam Pekan Paskah kelima ini Sang Guru Kebijaksanaan Isa Almasih mengajarkan tentang suatu Perintah Baru atau Kebijaksanaan baru yang dibawa-Nya yang berbunyi: "Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yoh 13: 35).
Ketika suatu hari raya atau hari besar keagamaan dirayakan, ia selalu membawa nuansa hidup yang baru bagi mereka yang merayakannya. Bagi umat beragama, merayakan hari besar keagamaan, selain menghadirkan nuansa baru, ia juga sekaligus mendatangkan buah-buah kebijaksanaan yang baru sebagai hasil dari suatu refleksi tentang kehidupan yang sedang dijalani.
Pada hari Senin, 16 Mei 2022, ketika umat Budha merayakan Hari Waisak  yang bertujuan untuk memperingati kelahiran Pangeran Siddharta, penerangan sempurna menjadi Buddha, dan wafatnya Buddha Gautama, bagi umat Buddha, kami sekeluarga pun dalam perjalanan untuk mencari dan memetik kebijaksanaan untuk kehidupan.
Hari Senin, 16 Mei 2022 kami sekeluarga melakukan perjalanan pulang dari kampung halaman di Desa Maurisu, sebuah kampung kecil yang berada persis di segitiga emas pertemuan sungai Benenai dan Noemuti yang menghubungkan tiga wilayah kabupaten sekaligus yaitu Timor Tengah Utara; Timor Tengah Selatan dan Malaka. Maurisu adalah sebuah desa gaya baru yang kini telah dimekarkan menjadi empat (4) desa yaitu Desa Maurisu; Maurisu Tengah; Maurisu Utara dan Maurisu Selatan, yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Suatu perjalanan yang melelahkan. Jalanan yang rusak karena sebagian besar belum terjamah oleh aspal dan sebagian lagi karena aspal lama yang telah rusak yang menyebabkan lubang menganga, sehingga jarak yang seharusnya ditempuh dengan cuma 15 sampai 30 menit menjadi 90 menit.Â
Kami berusaha menjalaninya dengan suatu perhentian persis di Km. 15. Di sini ada sebuah Gereja Paroki yang berpelindung Santo Yosef, Suami yang bijaksana. Â Di tempat ini kami mengasoh sejenak sambil merenungkan peristiwa Waisak hari ini sebagai suatu peristiwa iman yang luar biasa. Sebagaimana biasanya umat Buddha merayakan Waisak di pelataran Candi Borobudur, kali ini kami sekeluarga pun membayangkan peran Santo Yosef sebagai pelindung Keluarga Kudus Nazaret.Â
Dari google.com kami menemukan sebuah kalimat kebijaksanaan dari Siddartha Gautama (562 SM - 482 SM) yang berbunyi: "Teman yang tidak tulus dan jahat itu lebih harus ditakuti daripada binatang buas. Seekor binatang buas hanya dapat melukai tubuh, tetapi seorang teman yang jahat akan melukai pikiran".
Memang betul. Dari mulut seorang manusia dapat keluar kata-kata yang buas, lebih buas dari binatang buas yang dapat melukai pikiran dan budi manusia. Kata-kata kebijaksanaan dari Sang Buddha Gautama ini sungguh-sungguh kami camkan dan hayati bersama hari ini, karena kemarin bahkan semalam yaitu beberapa jam yang lalu), kami sekeluarga dilukai oleh kata-kata seorang saudara kami yang memberi stigma pada keluarga besar kami sebagai "orang Kampung yang kotor dan yang serupa itu" yang menyebabkan kami harus menitikkan air mata karena kata-kata buas itu.