Media sosial mulai kembali diramaikan oleh kabar masuknya gelombang 3 Covid-19. Berita yang kurang enak ini membangkitkan kembali memori dan kenanganku tentang gugurnya dua orang gembala umat dari Keuskupanku gara-gara Covid-19 gelombang 1.
Saya masih ingat tulisanku di Kompasiana yang paling pertama pada tanggal 17 Januari 2021 adalah mengenai Covid-19. Waktu itu saya sendiri belum tahu bagaimana memposting tulisan di Kompasiana. Tapi saya mencoba dan mencoba, karena bagi orang yang ingin belajar, tidak pernah takut salah. Saya mencoba dan terus mencoba. Â Akhirnya berhasil, meskipun saat ini baru di level Junior. Tak mengapa, saya percaya suatu saat saya juga bisa mencapai level Senior atau bahkan Maestro. Mudah-mudahan.
O ya kembali lagi ke Covid-19. Maaf tulisanku mulai ngelantur ke mana-mana. Mungkin karena terpengaruh oleh tulisan dan tingkatan para senior di Kompasiana. Apa lagi mulai terpikat dan terdorong untuk mendapatkan K-Rewards. Wah. Saya memeriksa kolom K-Rewards. Di sana tertulis "Cek Akunmu". Ternyata masih tertulis "Maaf" Kamu belum berkesempatan mengikuti program K-Rewards. Saya hanya termangu-mangu.
Pengalaman setahun lalu sangat mencekam, menakutkan. Seingat saya kala itu, Indonesia sedang memasuki saat-saat puncak diterpa Covid-19. Semua instansi pemerintah dan sekolah-sekolah mulai menjalankan apa yang dinamakan Work From Home (WFH) dan  Belajar Dari Rumah (BDR).
Gugurnya dua Gembala
Suatu pagi, saya tidak ingat lagi hari dan tanggalnya berapa. Tapi yang saya ingat adalah bahwa pagi itu ketika tiba di halaman kantor tempat saya bekerja, saya dihadang dan disuruh pulang oleh pimpinan kantor. Saya bertanya-tanya "mengapa"? Tapi beliau tidak menjawab pertanyaanku. Beliau hanya memberi isyarat agar saya dan teman-teman pulang saja ke rumah. Tidak usah datang kerja di kantor lagi. "Mulai hari ini kamu "Bekerja Dari Rumah" sampai ada berita atau pemberitahuan selanjutnya.
Saya pulang ke rumah tapi masih penuh tanda tanya. Siapa yang terpapar Covid-19 sehingga kami semua harus dirumahkan? Sesampainya di rumah, saya mengirimkan WA kepada pimpinanku. Pada hal dua hari sebelumnya, beliau sudah memberitahukan kepada kami bahwa ia mau pergi check up kesehatan. "Jadi kami ragu, jangan sampai beliau yang terpapar Covid-19."
Ternyata usut punya usut, ada empat gembala senior di Keuskupan Atambua yang terpapar Covid-19. Keempat imam itu adalah Pater VW; Rm. FK; Rm. VN dan Rm. MdC. Keempatnya dirawat di RS. Sito Husada Atambua.Â
Inilah pengalaman pertama menyaksikan bahwa ternyata Covid-19 itu bukan hanya berita yang dilaporkan oleh Tim Gugus Tugas Nasional di televisi. Tetapi ia ada dan nyata di depan mata. Mulai saat itu saya, keluarga dan teman-teman baru percaya, Covid-19 betul-betul ada.
Setelah tiga minggu diisolasi, dua imam senior tidak bisa sembuh. Sementara dua orang yang lain yaitu Pater VW dan Romo FK dinyatakan sembuh dan boleh kembali lagi ke Lalian Tolu.Â
Hanya selang dua hari saja dua imam Tuhan harus pergi menghadap sang Khalik selamanya. Keduanya adalah Romo Vincentius Naben Projo dan Romo Amu Mateus da Cruz Projo.