Menarik untuk membahas hal seperti ini. Mengapa dahulu tidak ada wakil menteri baik dalam Kabinet zaman Orde Baru maupun kabinet-kabinet sebelumnya. Bahkan pada Kabinet Kerja periode sebelumnya tidak banyak wakil menteri? Mengapa justru pada tahun-tahun terakhir periode kedua Kabinet Indonesia Maju ini, Presiden Joko Widodo menambah jatah wakil menteri (wamen)?
Ada 5 kementerian yang memiliki wamen yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN. Dan melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kementerian Sosial dengan ditambahkannya wakil menteri sosial.
Kalau dilihat dari segi struktur organisasi, penambahan kursi wakil menteri akan menambah gemuk struktur suatu kementerian. Demikian pun dalam suatu organisasi, struktur wakil menteri atau wakil apa pun itu, dia akan berfungsi sebagai pengganti atau menggantikan. Wakil akan tampil apabila ketua atau menteri utamanya berhalangan.
Sebagai contoh. Saya pernah menjadi wakil ketua OSIS. Meskipun sudah ada pembagian tugas yang jelas, saya menjalankan tugas sebagai wakil. Wakil tetaplah wakil. Selama Ketua OSIS ada di tempat, wakil tak pernah di"butuhkan". Selama masih ada Bupati, masyarakat akan tetap melakukan konsultasi ke Bupati. Kalau pun mereka (masyarakat) mau berkonsultasi ke Wakil Bupati, tokh mereka akan menyampaikan lagi kepada Bupati.Â
Demikian pun, menurut pendapat saya, kedudukan atau kehadiran seorang Wakil Menteri akan menambah gemuk struktur organisasi. Kehadiran wamen juga dengan sendirinya akan mengurangi fungsi Menteri, karena harus ada pembagian tugas. Dengan itu kita akan  menganut prinsip organisasi "kaya struktur, miskin fungsi". Pada hal seharusnya kita menganut prinsip organisasi, "miskin struktur, kaya fungsi".
Mengapa Presiden Joko Widodo menambah struktur wakil menteri? Apakah menteri sendiri tidak bisa melaksanakan tugasnya? Secara khusus untuk menteri sosial, mengapa Bapak Presiden menambahkan seorang wamen di sana? Apakah Menteri Risma terlalu banyak tugas yang tidak bisa dijalankan? Pada hal sebagaimana kita ketahui, selama bertahun-tahun dari menteri ke menteri yang lain, belum pernah ada wakil menteri sosial. Â Itulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul belakangan ini.
Secara positif, kita dapat memaknai kehadiran seorang wamensos sebagai bukti perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap rakyat Indonesia. Secara pribadi, saya mau mengatakan bahwa kehadiran wamensos untuk membantu Menteri mengatasi berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini. Asal diikuti sungguh dengan pembagian tugas sebagaimana dalam Perpres No. 110 Tahun 2021. Persoalan muncul, apakah antara Menteri dan Wakil Menteri akan sejalan dalam visi dan misi yang sama?Â
Jawabannya tentu masih abu-abu karena Menteri diangkat oleh Presiden. Wakil menteri juga diangkat oleh Presiden. Baik menteri ataupun wakil menteri sama-sama bertanggungjawab kepada Presiden. Pada hal kalau wamen harus sejalan dengan visi dan misi menteri, seharusnya menterilah yang memilih wakil menteri. Akibat ikutannya, kalau menteri di reshuffle, maka wamen juga dengan sendirinya ikut di-resuffle. Akan tetapi karena wamen diangkat khusus oleh Presiden, maka dia bertanggung jawab sendiri kepada Presiden tanpa perlu menterinya.
Pertanyaan berikut, mengapa Presiden Joko Widodo menambah barisan wakil menteri menjadi 6 wamen pada 6 kementerian? Dan secara khusus pada kementerian sosial? Sementara banyak orang mengatakan karena Menteri Risma sibuk dengan pencitraan dirinya. Karena itu Presiden merasa perlu menambahkan wamensos di sana.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H