KISAH
Anda pernah menonton sinetron Keluarga yang disutradarai Aswendo Atmowiloto dan ditayangkan oleh sebuah channel televisi swasta? Sinetron dengan jumlah episode terbanyak ini pada hakekatnya menceritakan tentang keluarga manusia dengan aneka predikat.
Diceritakan bahwa rumah Abah yang bernama Adi Kurdi di Jakarta yang dulu disita oleh pihak berwenang sudah dikembalikan lagi. Namun keadaan rumah tersebut sudah tak seperti dulu. Rumah itu dikembalikan dalam keadaan kosong, tanpa ada satu barang pun tersisa di dalamnya. Namun kehidupan keluarga ini juga belum kunjung membaik.
Kisahnya bergulir seputar penderitaan mereka yang seolah tak ada akhirnya. Misalnya, di Jakarta Abah tak bisa lagi menarik becak. Sedangkan Emak hanya bisa bekerja di sebuah salon.
Sementara itu anak-anak mereka yakni Euis, Cemara atau Ara dan Agil, juga harus berbuat sesuatu untuk membantu keluarga. Euis dan Agil bekerja menjadi pembantu di rumah Pak Teta, tetangga mereka yang menderita stroke. Sementara Ara lebih banyak di rumah, menemani Abah sekaligus menutupi kegiatan dua saudaranya.
Belum lama tinggal di Jakarta, Abah sudah harus menghadapi masalah. Sebuah kendaraan pengangkut menabrak sepasang remaja yang sedang pacaran hingga tewas. Parahnya, kendaraan itu menyelonong masuk ke rumah Abah. Maka Abah pun tersangkut-paut menghadapi penderitaan itu.
Sementara itu, Euis yang merawat Pak Teta harus sabar menghadapi ulahnya. Setiap kali disuapi makanan, Pak Teta selalu menyemprotkannya ke wajah Euis. Sedangkan Emak yang mendapat pekerjaan di salon dari seorang teman sekolahnya harus menghadapi dilema. Sebab sang teman ternyata seorang pecandu narkoba.
PESAN UNTUK HIDUP
1. Â Keluarga dikenal dengan banyak predikat: harta yang paling berharga, istana yang paling indah, puisi yang paling bermakna, dan mutiara yang tiada tara.
2. Â Keluarga tidak pernah lepas dari penderitaan dan kesulitan entah besar atau pun kecil. Penderitaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Menurut pandangan seorang Teolog yang pernah saya baca, ia mengatakan, "Penderitaan adalah salam manis dari Tuhan sendiri". Karena itu, semakin sering seseorang menderita, ia semakin banyak mendapatkan salam manis dari Tuhan.