Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Remah-remah Kehidupan (10)

11 Oktober 2021   11:45 Diperbarui: 11 Oktober 2021   11:50 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KOOR PARA KATAK

1. Kisah

Diceritakan bahwa ketika tiba musim hujan, semua anggota komunitas katak secara otomatis berkumpul untuk menyanyi bersama. Mereka membentuk koor, namanya “Koor Katak”. Setiap sore hari, koor katak tersebut berhimpun di sekitar sumber-sumber air. Mereka melantunkan puji-pujian kepada sang Pencipta secara bersahut-sahutan. Komandan katak secara spontan bertindak sebagai dirigen, sedangkan semua anak buahnya adalah anggota koor: ada yang sopran, ada yang alto, ada yang tenor, dan ada yang bas dan pula ada yang solo.

Para petani, setiap sore pulang dari kebun, selalu melintas di tempat koor katak bernyanyi. Ketika para orang tani itu mendengar merdunya suara katak bersahut-sahutan, mereka mengatakan: “Oh, ini pertanda musim hujan telah tiba. Kita harus segera siapkan benih untuk mulai tanam di lahan-lahan garapan kita”.

Pada suatu sore, seorang petani menghadap sang komandan katak dan bertanya kepadanya: “Mengapa pada setiap awal musim hujan, ‘koor katak’ mulai ramai di mana-mana?” “Untuk apa Anda bertanya?”, jawab sang Komandan katak. “Ya… saya mau tahu alasannya, sebab pada musim kemarau, saya tidak dengar koor katak bernyanyi”. Komandan katak itu angguk-angguk sambil tatapkan kedua bola matanya pada petani itu, kemudian ia berseru dengan lantang: “Oh….inilah waktu yang dikhususkan Tuhan bagi kami untuk berdoa dan bernyanyi, mengucapkan syukur dan melantungkan pujian bagi Allah Sang Pencipta, sebab hujan telah dicurahkan ke bumi sebagai hasil karya-Nya yang mengagumkan”. Mendengar jawaban itu, si petani tertegun. Ia heran dan kagum kalau katak-katak itu punya Allah, dan punya waktu untuk bersyukur dan memuji Allah dalam hidup mereka.

Sejenak kemudian, Komandan Katak itu balik bertanya kepada si petani itu: “Apakah orang-orang tani di dunia ini, punya kebiasaan bersyukur dan memuji Allah?” Si Petani itu merasa terusik dan sangat malu dengan pertanyaan seperti itu. Sebab nyatanya, banyak petani tidak biasa berdoa bersama dan juga tidak merayakan Ekaristi pada hari Minggu. Karena merasa sangat malu, si Petani langsung meninggalkan komandan katak itu tanpa pamit.***

2.  Pesan untuk Hidup

1.   Hidup ini seperti sebuah orkes symphony yang menjadi indah karena banyak dan beragamnya alat musik yang dimainkan.

2.   Banyak kali kita menyanyi namun terasa fals, berbeda dengan katak yang nyanyiannya merdu karena bagi mereka tidak ada embel-embel lain selain menyanyi.

3.   Kata pemazmur: “Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai” (Mzm 33: 3).

4.   Kurt Tucholsky (1880-1935), seorang Penulis dari Jerman pernah berkata: “Tidak ada yang lebih sulit dan menuntut karakter lebih daripada menjadi orang yang berani berkata dengan lantang dan jelas, “Tidak!” dalam masyarakat pada zamannya”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun