Beberapa hari yang lalu saya menulis tentang pasar pos Duri yang berada di rel ka antara stasiun Tanahabang dengan stasiun Duri. Saya bertanya, sampai kapan pasar di rel tersebut hilang. Rupanya, tulisan itu direspon dengan cepat oleh pihak stasiun dengan melakukan aksi penertiban.
Senin pagi, 8 September 2014, Pukul 07.00 pagi, wakil kepala stasin (KS) Duri memimpin 8 orang anggota pengamanan atau PAM stasiun untuk menertibkan pedagang di pasar yang berada di rel stasiun Duri. Kedatangan wakil kepala stasiun dan petugas pengamanan tidak membuat pedagang menghentikan aktivitasnya. Mereka tetap berjualan seakan tidak ada perintah larangan berjualan. Padahal, pak wakil menggunakan megaphone bersuara lantang meminta kepada pedagang untuk menutup lapaknya.
Namun sayang, teriakan wakil KS tetap tidak membuat pedagang menutup usahanya. Mereka tetap asyik berjualan. Sesekali mereka bercanda antar sesama pedagang dan tidak nampak wajah tegang saat berjualan. Akhirnya, upaya penertiban yang dilakukan pihak stasiun Duri pagi itu hanya bersifat menghimbau tidak dibarengi dengan pengangkutan barang. Pedagang diingatkan, mulai esok hari tidak boleh berjualan di rel ka karena sangat membahayakan keselamatan operasional kereta api juga keselamatan pembeli dan penjual.
Pantauan penulis, keberadaan PAM pagi itu terkesan hanya mengawasi saja sementara aktivitas pedagang tetap berjualan. Kok berani ya? Tenyata aktivitas mereka diawasi juga oleh penguasa pasar alias preman yang selama ini menarik uang keamanan dan sampah. Mereka berjaga dan bersiap dipinggir rel ka yang jaraknya tidak jauh dari petugas dan seakan akan bergerak jika ada pedagang yang diusir paksa.
Di tengah berlangsungnya kegiatan himbauan, datang perwakilan pedagang menghadap wakil KS dan meminta untuk tetap berjualan. Mereka ingin tetap berjualan dengan segala resiko yang ada. Kesempatan tersebut dimanfaatkan wakil KS untuk menjelaskan alasan mengapa mereka tidak boleh berjualan di rel ka. Ternyata, mereka paham akan bahaya berjalan di rel ka. Tapi lagi-lagi mereka beralasan karena memiliki keluarga yang harus dinafkahi maka mereka tetap nekat berjualan di sana.
Melihat situasi seperti itu, kira-kira sampai kapan pedagang bisa bersih dari rel ka? Mampukah KAI melarang mereka berjualan kembali? Disinilah ketegasan PT KAI harus diterapkan dan menyadarkan pedagang kalau mereka berjualan pada tempat yang salah. Tidak ada alasan apapun yang mengijinkan mereka berjualan di rel ka, sesuai dengan undang -undang nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Namun sebaiknya PT KAI tidak sendiri dalam melakukan penertiban. Lakukan penertiban bersama dengan pemda setempat. Minimal pihak stasiun menggandeng tripika setempat untuk melakukan penertiban bersama. Semua yang terlibat menyelesaikan tugas sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya. Sehingga permasalahan akan selesai tuntas tidak menimbulkan masalah baru. Misalnya, pedagang di rel ka hilang tetapi pedagang pindah ke jalan warga sehingga akses jalan warga tertutup.
Kita tunggu, apakah KAI akan benar-benar menuntaskan pedagang di rel ka yang lokasinya tidak jauh dari stasiun?.@ yos
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H