Pengantar
Sebagai pengatar untuk menelisik dunia pendidikan tinggi di era teknologi hari-hari ini saya perlu menekankan bahwa sangat penting membangun pemahaman bahwa fungsi pendidikan tinggi ialah bukan untuk menciptakan para pekerja yang ulet atau bahkan menjadi pekerja yang setia, loyal terhadap atasan.Â
Namun, fungsi pendidikan tinggi ialah mencipta, membuat, menghasilkan pikiran-pikiran strategi, metode atau cara dalam melakukan sesuatu dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar.Â
Mengutip pandanagan tokoh Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, bahwa fungsi pendidikan ialah Mengembangkan Pemikiran Kritis dan Kreatif: ini menekankan pentingnya pendidikan tinggi dalam mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif.Â
Pendidikan tinggi diharapkan tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis, analitis, dan mampu berinovasi, kendati terkandang gelar sarjana sering kali dianggap sebagai kunci untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup, karna pada realitasnya berbagai pekerjaan memerlukan ijazah atau gelar kesarjanaan dan tidak sedikit biaya yang dikeluarkan calon sarjana untuk mencapai memiliki gelar itu sendiri.Â
Pandangan ini juga yang masih sangat berkembang hingga saat ini munculnya fenomena akses terhadap pendidikan tinggi yang semakin terhambat oleh kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Kenaikan UKT yang signifikan telah menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa, orang tua, dan masyarakat luas.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkritik kebijakan kenaikan UKT di berbagai kampus di Indonesia yang menjadi problematis. Artikel ini juga akan membahas dampak kenaikan UKT terhadap impian banyak orang untuk menjadi sarjana.
Analisis dan Kritik Kebijakan Kenaikan UKT
Kebijakan kenaikan UKT di berbagai PTN dan PTS di Indonesia telah menuai banyak kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa kenaikan UKT tidak sejalan dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Banyak keluarga, terutama dari kalangan kurang mampu, merasa terbebani dengan kenaikan UKT yang signifikan. Hal ini dapat mengakibatkan banyak siswa dari keluarga kurang mampu tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Meskipun beberapa lembaga pendidikan berargumen bahwa kenaikan UKT diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, faktanya bahwa kenaikan ini tidak selalu diikuti oleh peningkatan substansi pendidikan. Terlalu sering, fokusnya lebih pada aspek komersial dan pengembangan infrastruktur non-akademis, kampus akhinya hanya menampilkan profit kemewahan non-akademis sementara esensi dari pengalaman pendidikan terkadang diabaikan.