Mohon tunggu...
Yosal Iriantara
Yosal Iriantara Mohon Tunggu... profesional -

Tinggal di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Naik Angkot, Apa Masalahnya?

4 Januari 2014   11:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari 20 tahun, biasa pergi dan pulang ke tempat kerja menggunakan angkutan umum. Begitu juga kalau ada kegiatan di luar, menggunakan angkutan umum. Paling sering, ya naik angkot.  Terkadang bis kota. Sesekali saja naik taksi kalau sedang hujan lebat atau mengejar waktu.

Pengalaman cukup panjang menjadi pengguna angkutan umum membuat saya bisa menjadi saksi, bagaimana tahun 1990-an saya harus berebut untuk bisa mendapatkan angkot. Apalagi pada saat pulang, sering harus berebut nasik angkot. Sekarang, masa kejayaan angkot mulai sirna. Pegawai dan anak sekolah banyak yang menggunakan motor, dan beberapa naik mobil pribadi. Sopir angkot mengeluh, sulitnya mendapatkan penumpang. Pengguna motor, apalagi yang ugal-ugalan sering dimakinya. Pengguna sepedamotor dianggap musuhnya di jalan raya.

Keluhan para sopir angkot itu menunjukkan betapa malasnya orang Indonesia naik angkot. Katanya tidak nyaman. Padahal nyaman dan tidaknya sering lebih karena suasana hati, bukan jenis angkutannya.

Katanya juga angkot tidak aman. Karena sering terjadi penodongan dan pencopetan. Selama 20 tahun naik angkjot di Bandung, baru 3 kali saya kecopetan. Itu pun tidak besar. Satu kali kecopetan Rp. 1000, sekali lagi kecopetan Rp 5.000. Karena uang memang tidak pernah saya simpan di saku baju atau celana. Hanya sekali barang yang relatif berharga dicopet, yaitu hp yang sudah saya pakai 5 tahunan. Saya jengkel hp saya dicopet, bukan karena sayang hpnya namun nomor kontak saya hilang.

Sering naik angkot juga membuat saya lama-lama mengenali cara-cara pencopet beraksi. Mengenali juga wajah-wajah copet. Karena itu, bisa lebih waspada bila ada perilaku atau wajah coipet yang saya ingat hendak beraksi.

Sopir angkot ugal-ugalan? Gampang saja, minta turun. Naik angkot berikutnya saja. Sekarang ini sangat mudah memilih angkot. Selanjutnya, jangan pernah naik lagi angkot yang sopirnya ugal-ugalan. Karena tiap hari naik angkot lama-lama juga hafal wajah sopir ugal-ugalan.

Susah tepat waktu? Selama ini saya juga masih bisa tepat waktu. Dalam ingatan saya, baru sekitar 10 kali saja terlambat. Itu un karena sebab lain, misalnya terjadi kemacetan parah karena rusaknya lampu setopan atau ada kecelakaan. Selebihnya, lebih sering tepat waktu dan sangat jarang terlambat masuk.

Hingga kini, saya masih penasaran orang tidak mau naik angkot. Padahal menggunakan angkutan umum bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan. Lebih mengherankan lagi, sampai harus ada instruksi tidak menggunakan kendaraan pribadi baru orang mau menggunakan kendaraan umum.

Saya tidak mengajak orang lain untuk turut juga menggunakan angkutan umum. Ini sekedar menceritakan engalaman ribadi saja.

Padahal kini kita hidup di kota-kota yang warganya mau cepat, tapi semuanya jadi lambat. Karena orang mau cepat lalu memilih kendaraan pribadi, akibatnya jalan jadi sesak. Akhirnya semua terlambat.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun