Suatu malam, penulis pergi menyaksikan konser di Purna MTQ Pekanbaru, kebetulan malam itu ada konser, bintang tamu D’Massiv dan Armada Band. Banyak mobil dan sepeda motor parkir, malahan parkir melimpah sampai memakan jalan, hingga ada sedikit kemacetan. Yang datang, ada anak-anak, Bapak-bapak dan remaja, tapi lebih banyak remaja yang datang bersama teman-temanya.
Waktu itu penulis ingin masuk ke area konser, tapi datang dua orang Sales Promotion Girl (SPG), mereka menawarkan satu kotak berisi rokok lengkap dengan pemantiknya. Mereka bilang kalau mau masuk acara ini harus beli rokok tersebut. Harganya murah cuma 20 ribu rupiah. Tapi penulis tak mau beli karena penulis tidak merokok, mereka terus tawarkan, “Kalau ga untuk teman-temnya aja dek,” kata mereka.
Anehnya dalam konser itu ada anak-anak yang bisa saja masuk ke arena konser, padahal ini acara orang dewasa (17+) dan apalagi konser ini disponsori perushaan rokok, banyak stand jual rokok yang berada dimana-mana dalam area itu.
Penulis pikir ini tak sehat karena anak-anak, bebas saja masuk dalam kawasan rokok. Ini bisa membuat mindset anak-anak mudah dipengaruhi rokok karena mereka melihat orang merekok dimana saja. Bahkan ada remaja-remaja yang beli rokok ini untuk tiket masuk, bisa menikmati rokok yang mereka punya.
Saat ini iklan-iklan rokok terus masuk dalam kegiatan anak-anak muda, seperti kejadian diatas, kita tahu banyak produsen rokok menjadi sponsor utama untuk sebuah event, ya,seperti event musik yang dominan digandrungi oleh anak muda.
Bukan hanya dibidang musik saja, dalam event olahraga sekalipun, rokok tetap mejadi sponsor utama, ada juga rokok sudah masuk dunia pendidikan dengan memberikan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa.
Padahal kita tahu di dunia olahraga tak boleh ada iklan rokok atau menjadi sponsor, namun di Indonesia itu biasa saja, kemudian di pendidikan, beasiswa dari perusahaan rokok terus beragam dan memikat mahasiswa untuk bisa mendapatkannya juga sebgai ajang bergengsi.
Dari situ kita telah kecolongan, selama ini produk yang dapat “Membunuh konsumennya sendiri” terus diedarkan disekitar kita, tampa disadari peminat rokok terus bertambah karena kita dicekoki dengan produk-produk ini dengan cara yang bergengsi, seperti yang disebutkan tadi.
Di Pekanbaru saja telah banyak event-event besar diadakan dan sponsornya dominan dari produk rokok, apalagi,seperti, spanduk, baliho dan reklame lainnya telah di penuhi iklan rokok,ada disetiap wilayah kota, bahkan para pengiklan memberikan plang nama ruko dengan sponsor mereka. Jadi iklan-iklan rokok telah banyak dilihat, bahkan anak-anak.
Menurut data Komisi Perlindungan Anak (tahun 2008), perokok anak usia 13 sampai 15 tahun mencapai 26,8% dari total penduduk Indonesia (234 juta jiwa). Bahkan tren usia inisiasi merokok makin dini, yaitu lima sampai sembilan tahun, 1,9% anak yang justru merokok mulai usia 4 tahun.
Tak hanya karena faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja bahkan anak-anak merokok diusia dini, faktor dari media juga mendukung terus marakaknya perokok dini. Melalui media, seperti iklan-iklan anak-anak terus dipengaruhi untuk merokok karena melihat di Indonesia iklan rokok di media cukup memukau.
Berdasarkan survey AC Nielsen, pada tahun 2006 belanja iklan industri rokok mencapai Rp 1,6 trilyun, atau kedua terbesar setelah belanja iklan sektor telekomunikasi (Rp 1,9 trilyun). Ini membuktikan besarnya para pemasang iklan rokok yang beragam macamnya dan produsen terus mengedarkan produk-produknya secara besar-besaran ditayangan atau bacaaan anak-anak.
Dikutip dari data Komisi perlindungan anak, berdasarkan hasil Evaluasi Pengawasan Iklan Rokok tahun 2006, badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mencatat terdapat 14.249 iklan rokok yang tersebar di seluruh media elektronik, media luar ruang, dan media cetak, dengan proporsi terbesar di media elektronik yang mencapai 9.230 iklan.
Bukan hanya dengan produksi iklan rokok yang secara bebas dan besar-besaran saja, para prudeser menayangkan iklan-iklannya secara menarik dan kreatif serta mengajak melaului kalimat atau kata-kata yang up-date, sehingga remaja mudah terikut melui iklan-iklan provokatif.
Sebenarnya iklan rokok itu tak boleh memakai ajakan atau kalimat yang provokatif, seperti, “Tanya Kenapa?, talk less do more,” kalimat kritis, “Clas Mild is Today”, Think Black “ , “ May be yes, melambangkan simbol modernitas, X-mild,“Anak muda juga bisa”, simbol kemandirian,“ Engga ada lo gak rame “, simbol kesetiakawanan, “ U R U”,” Enjoy aja, Ekspresikan aksimu, wujudkan obsesimu, dreams du come true, symbol eksistensi diri.
Pesan dan symbol-simbol itu yang terkandung diiklan rokok saat ini, membuat remaja atau perokok terus terpovokasi. Tak ada iklan yang menayangkan tentang bahayanya produk ini, atau tanda hanya untuk tujuhbelas tahun keatas saja. Tapi hanya perwajahan yang menarik serta gambar-gambar mewakili zaman sekarang yang dikemas dalam iklan-iklan ini.
Di Negara-negara maju, symbol dan tema seperti, kalimat kritis, modernitas, kemandirian kesetiakawanan dan eksistensi diri tidak boleh masuk di unsur iklan rokok, karena mereka harus menjauhi pengguna rokok bagi remaja dan anak-anak. Bahkan dibelakang bungkus rokok itu ada gambar bahaya dan akibat merokok, sehingga konsumen tau apa bahaya produk itu.
Inilah yang membuat besarnya konsumen rokok dengan korbanya yaitu anak-anak dan remaja. Perlu adanya penyaringan kembali iklan-iklan yang disajikan kepada konsumen mengenai rokok. Jangan sampai seusia mereka telah diracuni dengan rokok.
Pemerintah harusnya memberikan regulasi, bagaimana iklan rokok yang boleh ditayangkan dan tidak boleh ditayangkan di media-media baik dicetak maupun elektronik atau mengatur jam-jam tertentu iklan-iklan ini boleh tampil dilayar kaca.
Indonesia seharusnya mencontoh Australia, mengatur ketat perderan rokok bahkan iklannya. Mereka mengharuskan ada gambar atau tanda peringatan bahaya rokok dibuat sangat mencolok, mengambil porsi 75 persen dari kemasan. Alasan mereka : biaya kesehatan bagi pecandu rokok jauh lebih besar dibanding duit yang dikeruk pemerintah dari cukai tembakau.
Iklan-iklan rokok tak moleh terlalu menarik atau provakatif yang telah dibahas tadi. Dan orang tua selalu menjaga dan mengawasi pergaulan lingkungan anak-anaknya serta berpikir kritis. Seperti Amerika seorang anak menelpon Direktur Phillip Morris dan berkata “Why do you sell product that kills your customers,” katanya. Philip Morris, pemilik saham terbesar rokok Sampoerna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H