Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gamawan Fauzi Omong Apa tentang FPI?

25 Juli 2013   19:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:02 1709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah yang lain, saya menilai pernyataan Gamawan Fauzi, Mendagri, terhadap kasus FPI setara dengan pernyataan kelabakan, galau. Saya harap, Mendagri Republik Indonesia ini tidak sedang begitu. Kompas.com tanggal 24 Juli 2013 mewartakan sikap Gamawan Fauzi yang melemparkan kasus FPI kepada Pemda atau masyarakat yang merasa terganggu. Ia menambahkan bahwa kasus FPI tidak bisa diberikan sanksi pidana. Tapi perdata.

[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="Mendagri, Gamawan Fauzi (Kompas.com)"][/caption]

“Ketika ada yang merasa dirugikan lalu mengajukan gugatan secara perdata, itu bisa saja. Menggugat perdata itu hak privat. Boleh saja,” katanya kepada wartawan di Jakarta seperti ditulis Kompas.com. Ditambahkannya, kasus penghinaan yang dilakukan Ketua Front Pembela Islam Rizieq Syihab terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono boleh saja dituntut denda sekian atau minta maaf di media sekian kali.

***

Terus terang, membaca pernyataan Mendagri itu, saya sangat kaget. Saya makin tidak mengerti apa yang Mendagri maksudkan dengan Pidana dan Perdata. Apa bedanya pelanggaran hukum pidana dan tindakan perdata. Apakah benar orang atau kelompok apa saja boleh bertindak sesukanya di sebuah negara, termasuk menghina Presiden, lalu Mendagrinya boleh bersikap seperti Gamawan Fauzi.

Saya kurang mengerti apakah hukum yang difahami oleh Gamawan Fauzi sudah benar ketika menilai bahwa kekerasan demi kekerasan yang dilakukan oleh anggota FPI bukan masalah atau bukan urusan pemerintah RI sepanjang Pemda di tempat kejadian atau masyarakatnya tidak melakukan tuntutan? Lalu bagaimana kalau misalnya FPI membakar rumah Gamawan atau orang tuanya di Padang karena alasan yang tak jelas? Apakah Gamawan pasti bilang itu kasus perdatanya dengan FPI? Apakah Gamawan bilang itu bukan tindakan pidana, lalu Polisi tak perlu urus karena dirinya sendiri menggugat secara perdata?

Saya ingin tahu juga apakah Gamawan Fauzi akan bicara sama apabila masyarakat yang merasa terganggu lantas melakukan perlawanan dengan FPI sehingga terjadi kerusuhan besar-besaran seperti di Kendal jika tidak ditangani oleh Polisi? Jika ya, apa masih perlu hukum dan penegak hukum? Apa masih ada gunanya Pemerintah dan tentu Kemendagri? Bukankah secara alami setiap orang memiliki kesadaran manusiawi untuk memertahankan diri lalu menyerang siapa atau apa saja yang menyerangnya demi memertahankan diri dan menjaga kelangsungan hidupnya?

***

Saya harap saya salah. Dalam kesalahan saya itu, saya menilai ada yang tidak beres dalam cara berpikir Gamawan Fauzi. Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan FPI di berbagai tempat sama sekali bukan kasus-kasus perdata. Membunuh itu bukan perdata, tapi pidana. Membakar rumah, apalagi rumah ibadah, itu bukan perdata, tapi pidana. Melakukan sweeping terhadap sesama warga atau hal-hal yang dianggap melanggar hukum, itu tugas negara melalui penegak hukum, Polisi, dan sama sekali bukan urusan sebuah organisasi kemasyarakatan formal atau tak formal. Kalau Gamawan masih melihat hal-hal itu sebagai wajar, maka pertanyaan saya ada apa dengan Gamawan Fauzi? Apakah Gamawan Fauzi sedang mendukung anjuran sinis : Bubarkan lembaga Kepolisian dan semua lembaga hukum, lalu urusan lembaga-lembaga itu serahkan saja kepada FPI?

Saya harap tidak. Saya kira kita masih memiliki kesadaran nurani dan kesaran akali. Kalau FPI hendak menegakkan kebenaran dengan cara-cara merusak, membakar, membunuh, nurani dan akal kita bilang itu tidak sesuai dengan pesan agama. Saya yakin, agama Islam dan agama apa pun menghendaki tergaknya kebenaran dengan cara-cara yang benar. Menegakkan hukum dengan cara-cara hukum juga.

Saya yakin pameo “menyapu lantai dengan sapu yang penuh lumpur”, sudah disadari betul di mana letak ketidaktepatannya oleh siapa saja yang punya kepala dan hati. (Y/054)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun