Menjelang, pada saat, pasca demo 14/10 dan 4/11, nama FPI makin melambung tinggi di mata sebagian umat Islam. Ormas yang selalu akrab dengan tindakan kekerasan ini tiba-tiba jadi idola. Kalau selama bertahun-tahun sebagian besar umat dan Ormas Islam kerap menuntut pembubaran FPI, kini berubah haluan. Mereka malahan mendukung penuh FPI. FPI seolah dijadikan simbol persatuan, bahkan pahlawan umat Islam.
Perubahan sikap tersebut berawal dari kasus dugaan penistaan Qur’an dan ulama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas pernyataannya di Kepulauan Seribu, 27/09/2016. Dengan kecerdikannya, Habib Rizieq, lulusan Studi Islam (S2 dan S3) di Universitas Antar-Bangsa, Malaysia, yang sewaktu SMP  menempuh pendidikan di SMP Kristen Bethel Petamburan, Jakarta (1979 ) ini berhasil membalik konteks pernyataan Ahok dari latar yang menyenangkan warga Kepulauan Seribu menjadi seram. Pernyataan yang semula direspon gembira oleh warga yang nota bene beragama Islam dijadikan wajib direspon dengan rasa tersinggung dan marah.
Sudut pandang yang ditawarkan Habib Rizieq lewat FPI ternyata pas di hati banyak pihak yang sebelumnya tidak senang dengan Ahok. Walaupun alasan mereka membenci Ahok tidak sama, tapi tawaran Rizieq lewat FPI dinilai sangat cocok. Mirip jalan tol, bebas hambatan, dijadikan pintu masuk untuk melampiaskan rupa-rupa ketidaksenangannya kepada Ahok.
Selanjutnya?
Mereka pun bergegas sepakat untuk memosisikan diri sebagai orang-orang yang tersinggung, terindas, teraniaya, oleh pernyataan Ahok. Energi negatif ini pun menyebar bagaikan kilat di kalangan sebagian umat dan berbagai Ormas Islam yang selalu mengincar Ahok agar segera jatuh.
Silih berganti mendatangi MUI. Mereka meminta agar MUI mengeluarkan fatwa (belakangan, istilah fatwa diubah menjadi pandangan keagamaan MUI) untuk menyatakan bahwa Ahok telah menista Qur’an dan ulama. Gayung pun bersambut. Tanggal 11 Oktober 2016, MUI menerbitkan surat resmi seperti diharapkan massa yang dipersatukan FPI.
Tak ayal, dengan terbitnya surat MUI yang dinarasikan sangat baik oleh Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Tengku Zulkarnain, pada ILC tanggal 11 Oktober 2011, posisi FPI pun makin kokoh. Semua pendapat yang berbeda berhasil dipinggirkan. Apa yang dikatakan MUI sebagai organisasi para ulama dianggap lebih sah. Oleh sebab itu, kebenaran versi MUI wajib diterima.
MUI seolah menegasikan fakta-fakta sebelumnya bahwa FPI merusak citra Islam. FPI diposisikan sebagai simbol pemersatu seluruh umat Islam. Segala bentuk kekerasan yang dilakukan FPI sejak ia berdiri disirnakan seketika. FPI bahkan dikesankan lebih berkuasa daripada MUI sehingga posisi tawarnya melebihi MUI, serta NU dan Muhammadiyah, dua Ormas Induk Umat Islam di Tanah Air yang selama ini menjadi acuan seluruh umat.
Di atas Anginnya Angin
Mendapat support dari MUI dan sebagian ulama, FPI pun seolah berada di atas anginnya angin. Habib Rizieq sebagai imam, panglima tertinggi FPI. memosisikan diri di atas semua pemimpin organisasi negara dan agama. Tak terkecuali Presiden RI. Dengan enteng ia menyerukan apa saja, kepada siapa saja, termasuk TNI dan Polri untuk mewujudkan tujuannya.
Banyak yang menduga bahwa tujuan Rizieq hanya terbatas penggulingan Ahok, yang sewaktu-waktu digeser ke Jokowi. Karena kecerdikannya mengolah emosi massa, kasus Ahok dipakai. Ia sadar bahwa dengan cara itu, para tokoh politik dan ulama, para ustadz, atau pimpinan agama tertentu yang tidak senang dengan Ahok pasti mendukung.