Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Baswedan Cuci Tangan atas Risiko Penghentian Reklamasi Teluk Jakarta

28 Februari 2018   10:25 Diperbarui: 28 Februari 2018   11:57 1800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan.kompas.com

Ini artinya, pengembang tidak dapat disalahkan seperti dugaan Anies. Anies harus ingat, bahwa pengembang melaksanakan pembangunan di Pulau D dan lainnya, mereka berani mengeluarkan dana besar untuk membangun unit hunian atau apa pun, bukan seenak perut. Mereka mendasarkan diri pada ketentuan Pemrov DKI yang telah dicabut Anies.

Konsekuensinya ialah Anies bukan cuma terkait erat dengan masalah yang dialami para penggugat. Tetapi Pemprov DKI telah menceburkan diri untuk mengambil tanggung jawab atas tidak berjalannya proyek dari pengembang yang mengakibatkan kerugian kepada konsumen.

Segala kerugian pengembang dan para konsumen tidak muncul dari diri mereka sendiri, tetapi dari kebijakan Gubernur Anies. Oleh sebab itu,mau tidak mau Pemprov DKI wajib bertanggung jawab atas kerugian para pihak. Logika hukum inilah yang perlu dipahami Anies. Jika tidak, maka kepastian hukum makin diperparah. Pelaksanaan pembangunan tidak bisa diprediksi, karena tergantung pada siapa pejabat dan apa yang dia mau. Bila semua pejabat di semua level berpikir seperti itu, apakah para pengembang dapat bertahan berinvestasi dalam negeri? Bukankah model ini mendorong para pemodal melarikan dananya untuk berinvestasi di negara lain ketimbang dalam negeri sendiri?

Memang alasan Anies menghentikan reklamasi bisa dipahami. Saat kampanye tahun lalu, Anies selalu menilai bahwa yang diuntungkan pada proyek-proyek reklamasi hanyalah segolongan orang kaya. Orang miskin mustahil bisa membeli rumah atau menyewa apartemen yang dibangun di atas lahan reklamasi.

Alasan itu tentu saja aneh. Seolah-olah orang kaya tidak boleh bertempat tinggal di atas lahan reklamasi. Seolah-olah lahan tersebut hak mutlak orang miskin. Anies sepertinya anti orang kaya. Padahal ia sendiri termasuk kaya. Ia jauh lebih kaya daripada para nelayan dan tukang becak.

Anies seolah menganggap tabu membangun rumah mewah bagi yang mampu secara finansial. Ia sepertinya lupa bahwa lahan reklamasi itu bisa ditata dengan menerbitkan peraturan daerah, sehingga sebagian dialokasikan untuk perumahan orang berkantong tebal dan sebagian lainnya untuk mereka yang berkantong pas-pasan..

Tampaknya, cara berpikir Anies makin lama makin tak terkontrol. Ada kesan, bahwa apa saja yang dibuat oleh gubenur sebelumnya harus diubah asal ubah. Ia mengira bahwa untuk mewujudkan keadilan sosial harus mengorbankan pemodal. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin hanya bisa diwujudkan dengan memersempit ruang gerak rakyat yang lebih kaya. Anies lupa bahwa negara ini sendiri hidup karena orang kaya juga. Pajak para pengusaha besar yang triliunan itu justru telah dan terus dinikmati oleh rakyat miskin dalam berbagai bentuk program pemerintah.

Pertanyaannya, ada apa dengan Anies Baswedan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun