Mungkin saja Suliono melakukan hal itu karena dia mengidap penyakit tertentu yang membuatnya tidak suka melihat orang berkumpul seperti beribadah. Boleh jadi dia adalah seorang psikopat atau antisosial dengan personality disorder. Jika ini benar, maka tindakannya sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Ia berlaku demikian karena kepribadiannya begitu. Jadi, jangan terlalu mudah membuat penafsiran yang justru menggiring pemikiran ke arah konflik.
Memang ada saja orang yang senang bila konflik antar umat beragama mencuat. Orang semacam ini suka melebih-lebihkan persoalan. Ketika ada seorang ulama diproses hukum karena perbuatan kriminal, mereka lalu bilang polisi mengriminalisasi ulama. Seorang pemimpin agama diserang oleh siapa saja, mereka lalu bilang pimpinan agama diserang. Padahal yang diserang hanya seorang di antara pemimpin agama. Motivasi penyerangan pun tidak selalu ada kaitannya dengan agama seperti yang dilakukan Suliono. Cara berpikir ini jelas kacau, bukan?
Parahnya generalisasi semacam itu kerap keluar dari pernyataan orang ternama, pejabat, atau mantan pejabat, politisi, akademisi. Dengan gaya seorang bijak, berwawasan, mereka merangkai analisis yang membuat rakyat tertipu. Inilah yang sangat sering dipertontonkan Fadli dan Amien Rais. Gara-gara Habib Rizieq dijadikan tersangka atas beberapa kasus, mereka terus teriak-teriak "ulama dikriminalisasi".
Padahal, para penegak hukum hanya menegakkan hukum. Mereka hanya mengambil tindakan hukum atas tindakan kriminal yang dilakukan oknum, pribadi, yang saat itu berstatus ulama.
Diakui atau tidak, generalisasi-generalisasi sesat itulah yang kerap memerumit persoalan. Inilah sesungguhnya kekuatan siluman yang disebut Amien Rais yang bisa mengacaukan kerukunan umat beragama dan kehidupan berbangsa dan bernegara. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H