Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kelucuan Sikap Orang Beragama

13 November 2017   20:43 Diperbarui: 14 November 2017   09:10 2157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (http://www.loyarburok.com/)

Aliran Kepercayaan pun begitu. Bukan penyelamat. Tetapi jalan atau cara bagi penganutnya untuk mengenal Tuhannya. Orang yang tak beragama menurut versi orang beragama pun boleh jadi merupakan jalan dan cara untuk mengenal Sang Pencipta dan pemilik kehidupan.

Adakah yang bisa melarang Tuhan bila Ia berkata bahwa semua agama yang dikenal manusia Indonesia, entah agama impor seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hundu, Budha, Konghucu, maupun ratusan bahkan ribuan agama lokal seperti Wiwitan, Buhun, Kejawen, Purwoduksino, Budi Luhur, Djawa Sunda, Wetu Telu, Parmalim, Mulajadi Nabolon, Pahkampetan, Kaharingan, Tonaas Walian, Naurus, dan Aluk Tadolo, dan lainnya, diterima-Nya sebagai jalan atau cara manusia untuk mengenal diri-Nya? Adakah yang bisa melarang kalau Tuhan berkata, "Hei, jangan urus cara orang lain mengenal dan menyembah-Ku. Urus jalan dan caramu sendiri! Yang menentukan benar salah 'kan bukan kamu. Tapi Aku sebagai pencipta alam semesta, termasuk dirimu."

Inilah yang sangat disadari oleh Mahkamah Konstitusi ketika mengabulkan permohonan uji materi pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 yang telah diubah dengan UU No 24 Tahun 2013 tentang UU Administrasi Kependudukan terkait pengosongan kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pasalnya, ketentuan tersebut terang-terangan merampas begitu banyak hak-hak hidup para penganut aliran kepercayaan sejak lama.

Dengan pengosongan kolom agama, mereka selalu diperlakukan tidak adil oleh para pejabat yang sok beriman, lalu mengangkat dirinya sebagai hakim terhadap agama lain menurut versi agamanya. Para pejabat yang beginian selalu mencampur adukan urusan administrasi penduduk dengan urusan agama, urusan pribadi manusia dengan Tuhan. Gara-gara kolom agama kosong, pejabat tersebut ogah memberikan pelayanan wajar. Berobat di rumah sakit pun dipersulit. Mengurus akta pernikahan, akta lahir anak, mau masuk pegawai negeri, TNI atau Polri, melanjutkan sekolah, mereka kerap dikorbankan.

Pertanyaannya, itukah wujud sikap orang beragama dan beriman? Patutkah sikap yang begituan bagi yang mengakui Tuhan Maha Adil?  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun