Serangan terhadap hasil quick count (QC) bahkan hasil perhitungan suara yang dilakukan KPU terus belanjut. Kelompok penyerang dari kubu Paslon 02 terus saja mengatakan bahwa hasil QC tidak benar. Berbagai upaya kian intens dilakukan untuk memengaruhi opini publik, terutama di daerah-daerah penyumbang suara terbanyak kepada Paslon 02.
Pemasangan baliho raksasa ucapan kemenangan pasangan Prabowo-Sandi di di depan Komplek Limus Pratama Regency, Desa Limus Nunggal, Bogor adalah contoh terbaru bernada provokasi menentang KPU. Baliho itu sempat hendak diturunkan aparat, tapi gagal. Masyarakat sekitar bersikeras memertahankannya.
Wakil Bupati Bogor, Iwan Setiawan, usai rapat dengan aparat bilang Baliho tersebut masuk kategori reklame sosial. Mengacu pada Perda Kabupaten Bogor No. 4 tahun 2015 tentang Ketertiban Umum, kendati tak berizin iklan tersebut tak boleh diturunkan tanpa peringatan sampai tiga kali. Tiap diberi surat peringatan, pemasang baliho diberi waktu enam hari. Jika tidak menurunkannya pada hari terakhir peringatan ketiga atau hari ke-18, maka aparat baru dibolehkan menurunkannya secara paksa.
Aneh, bukan? Baliho provokasi disebut sama dengan reklame sosial..
![baliho-prabowo-5ccd2d9b95760e7c5c749839.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/04/baliho-prabowo-5ccd2d9b95760e7c5c749839.jpg?t=o&v=770)
Namun, mereka masih saja belum PD (percaya diri). Masih grogi. Itulah sebabnya para ulama pendukug 02 merasa perlu melakukan Ijtima ketiga di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, tanggal 1/5/2019.
Tidak tanggung-tanggung pula. Ijtima itu menyepakati bahwa kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif telah dilakukan oleh kubu Paslon 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019. Oleh sebab itu, mereka meminta KPU dan Bawaslu agar segera mendiskualifikasi Paslon 01, Jokowi-Ma'ruf Amin dan menyatakan Paslon 02, Prabowo-Sandi sebagai pemenang Pilpres.
Mereka tampak tak peduli bahwa Ijtima itu telah menikungi logika dan akal sehat. Bagaimana mungkin dugaan adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif bisa dinyatakan benar hanya dengan suatu kesepakatan oleh ulama tanpa didasarkan pada data? Apakah data, fakta, temuan penelitian akademik, bisa dieliminasi hanya dengan kesepakatan?
Ini yang perlu diwaspadai. Nada provokasi sangat kental. Mereka menyerukan agar masyarakat tetap teguh menjaga perjuangan membela kebenaran yang mereka percayai. Bahkan poin kelima Ijtima memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan, kejahatan, serta ketidakadilan (yang mereka anut) adalah bentuk amar Ma'ruf dan nahi mungkar konstitusional dan sah secara hukum.
![Sumber: https://www.bbc.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/04/ijtima-ulama-3-5ccd2f407d1b90555e0ba112.jpg?t=o&v=770)