Reaksi keras Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN, Dradjad H Wibowo, atas kemarahan Luhut Binsar Panjaitan terhadap pernyataan Amien Rais yang menuduh, memfitnah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kata-kata mengibuli rakyat karena membagi-bagi sertifikat tanah, bahkan menyesatkan rakyat dengan mengatakan pemerintahan Jokowi membiarkan kebangkitan PKI tampaknya makin menggiring kita pada kesalahan memahami kritik.
Pernyataan Amien menurut Luhut tidak dapat diterima. Pembagian sertifikat tanah bagi rakyat jelas ada. Bukan berita bohong. Proses yang biasanya lambat, malah dipercepat. Lalu apa kibulannya? Tentang kemunculan PKI, Luhut menilai Amien mengada-ada. Untuk tidak memerumit suasana bangsa, Luhut meminta Amien tidak banyak ngomong yang tak benar. Kalau diterus-teruskan, Luhut mengancam akan membongkar dosa-dosa Amien.
Bagi Dradjad, reaksi Luhut tersebut keterlaluan. Merupakan iklan buruk bagi pemerintahan Jokowi. Ini bisa dipakai sebagai pembenaran, bahwa pemerintahan Jokowi terkesan senang mencari kesalahan dari pihak yang berbeda pandangan dan/atau berseberangan. Ia beranggapan bahwa perpecahan dalam tubuh Golkar dan PPP sebelumnya merupakan hasil mencari-cari kesalahan pihak yang berseberangan. Respon Luhut dinilainya sebagai indikasi adanya orang yang anti kritik dalam pemerintahan Jokowi.
Pertanyaannya, apa benar bahwa pernyataan-pernyataan Amien Rais merupakan kritik? Jelas bukan! Kritik itu bertolak dari suatu kriteria. Jika suatu tindakan menyimpang dari kriteria, maka pendapat yang menunjukkan ketidaksesuaian itu dapat disebut kritik. Kritik juga dapat berarti menguraikan sesuatu secara lebih rinci secara konsisten dan koheren dengan konsep dasar, kriteria dasar.
Contohnya Jokowi membagi-bagikan sertifikat kepada rakyat. Sertifikatnya ada dan ada pula rakyat yang menerima. Kritik yang tepat atas tindakan itu bisa pada caranya membagi-bagi sertifikat supaya lebih cepat. Bisa juga sasarannya yang semula kepada rakyat miskin, tetapi dalam praktek diberikan kepada orang kaya.
Apa yang dilakukan Amien tidak begitu. Yang ada dia sebut tidak ada, kibulan. PKI yang tidak ada dia sebut ada. Namun, kedua hal itu tidak dia buktikan dengan data secuil pun. Dia hanya bicara dan bicara supaya diliput media. Ini jelas bukan kritik. Tetapi fitnah kepada Jokowi dan pembohongan kepada rakyat.
Menyenangkan Amien Rais
Ramainya pembicaraan tentang apa yang dikatakannya kepada publik tentu menyenangkan hati Amien Rais. Pertama, apa yang dilontarkannya kepada Jokowi mendapat tanggapan. Bagi dia, tanggapan semacam itu menunjukkan bahwa dirinya masih penting. Apa saja yang dilontarkannya kepada publik selalu mendapat respon. Tak peduli apakah hal itu perlu, penting atau sebaliknya. Yang penting baginya adalah omongannya dapat memancing perdebatan.
Kedua, rasa malunya karena tidak memenuhi nazarnya berjalan kaki Jogja-Jakarta apabila Jokowi memenangkan Pilpres 2014 sedikit tertutupi. Bagi dia kemenangan Jokowi berkompetisi dengan Prabowo pada Pilpres tersebut adalah bencana. Perhitungannya salah. Ambisinya tak tercapai. Padahal ia seorang ahli politik dengan latar belakang pendidikan sangat tinggi ditambah pengalaman segudang dalam politik praktis.
Oleh sebab itu, dengan terus melontarkan berbagai pernyataan tak berdasar yang bisa merepotkan Jokowi dianggapnya sebuah cara untuk membuat Jokowi lupa pada nazarnya. Bagi dia dengan cara-cara seperti itu, namanya akan diingat sebagai tokoh yang selalu rajin menentang Presiden.
Tentu saja sikap Dradjad membela Amien bisa dimaklumi. Sebagai sesama PAN, apalagi posisi Amien sebagai pendiri partai, tentu dianggapnya wajib dibela. Bahwa yang dikatakan Amien benar atau hoax, bagi Dradjad bukan soal. Yang penting, Amien tetap dibuat senang. Jangan sampai ada komentar yang tidak mendukung, apalagi pada usianya yang makin menua perlu tetap diperlakukan sebagai orang penting.