Kita semua tentu sama-sama mengetahui bahwa sektor transportasi merupakan sektor yang memegang peranan vital dalam kehidupan manusia sejak zaman dahulu kala. Melalui sektor transportasi, manusia melakukan interaksi dan komunikasi dengan manusia lainnya dan lingkungan sekitarnya.
Unsur-unsur yang membentuk sektor transportasi, khususnya transportasi darat secara garis besar terbagi dua yaitu unsur statis dan unsur dinamis yang masing-masing telah mengalami kemajuannya sendiri-sendiri. Unsur statis adalah jaringan jalan dengan segala macam infrastruktur pendukungnya yaitu rambu lalu lintas, marka jalan, penerangan jalan sedangkan unsur dinamis adalah segala macam jenis kendaraan atau moda transportasi yang bergerak di atasnya.
Bicara mengenai kendaraan bermotor yang merupakan unsur dinamis sektor transportasi modern, ada satu masalah pelik yang masih terus menghantui kita hingga kini yaitu masalah kesadaran berlalu lintas dijalan raya yang menyangkut perilaku pengemudi kendaraan bermotor. Kita tentunya sepakat mengenai masih kurang tertib dan disiplinnya para pengguna jalan raya.
Beragam perilaku buruk pengemudi kendaraan tentunya sudah sering kita temui tiap hari ketika kita berada di jalan raya. Sebut saja mulai dari mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan helm, kebut-kebutan atau menyetir kendaraan secara zig-zag tanpa memperhatikan kondisi lalu lintas, mengabaikan keberadaan pejalan kaki yang seharusnya didahulukan hak-haknya, melanggar lampu merah dan rambu lalu lintas, menyetir melawan arus (mlipir) hingga tindakan-tindakan lain dalam mengemudi kendaraan yang cenderung membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Fenomena ini tentu saja meresahkan kita karena tidak saja menyangkut keselamatan diri kita sendiri tapi juga keselamatan anggota keluarga dan relasi kita yang lain dan mungkin tidak penting lagi bagi kita tentang data-data penelitian yang menyimpulkan tentang buruknya perilaku mengemudi di jalan raya atau tingginya angka kecelakaan lalu lintas karena seringnya kita menyaksikan hal tersebut.
Kita tampaknya harus mengakui bahwa di masyarakat kita memang masih kurang upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran berlalu lintas.
Sebagai contoh kita sering melihat di jalan anak-anak dibawah umur yang mengendarai sepeda motor bahkan sampai berboncengan tiga orang padahal jelas-jelas mereka pasti belum memiliki SIM. Begitu pula pula dengan orang tua yang dengan mudahnya meminjamkan atau membelikan sepeda motor bagi anak-anaknya namun melupakan untuk menanamkan tertib berlalu lintas. Data Poltabes Yogyakarta (daerah tempat tinggal saya) menegnai kecelakaan lalu lintas menemukan bahwa sebanyak 4,5% pelaku lakalantas adalah pelajar usia 5-15 tahun, sementara di tahun 2008 sebanyak dua pertiga pelaku dan korban lakalantas adalah pelajar (Kompas/8 Maret 2010). Perilaku mengemudi kendaraan bermotor di kalangan orang dewasapun juga tidak lebih baik. Ketika sudah dibelakang kemudi, yang terbayang dibenaknya hanyalah bagaimana caranya sampai dengan cepat ke tempat tujuan. Toleransi kepada sesama pengguna jalan dan kepatuhan terhadap aturan lalu lintas yang ada hanya jika sempat saja.
Dari fenomena-fenomena ini kita dapat melihat bahwa etika berlalu lintas masih belum menjadi budaya dikalangan warga Yogyakarta. Etika berlalu lintas masih menjadi referensi yang hanya ampuh untuk menambah pengetahuan pengemudi kendaraan bermotor dalam mengajukan permohonan SIM baru namun belum mampu mengubah perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.
Praktek ujian untuk memperoleh SIM sebagai dasar hukum yang memperbolehkan seseorang untuk mengemudi kendaraan hanya bersifat menguji pengetahuan tentang aturan berlalu lintas dan ketrampilan dasar mengemudi dalam durasi waktu yang singkat sehingga tidak cukup komprehensif untuk wahana pembentukan kesadaran berlalu lintas bagi seseorang meskipun ia dinyatakan berhak memperoleh SIM misalnya.
Upaya penanaman kesadaran berlalu lintas semestinya merupakan upaya yang kontinu dan menjangkau hingga ke pelosok karena merupakan upaya untuk merubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat dari segala strata usia, pendidikan dan status sosial. Point yang paling penting dari upaya ini adalah pencegahan terjadinya kecelakaan di jalan raya yang membuat jalan raya sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk menunjang produktivitas masyarakat di segala bidang.
Penanaman kesadaran berlalu lintas sebaiknya dilakukan sejak dini dan dapat diintegrasikan sebagai salah satu muatan wajib dalam kurikulum PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
Masa kanak-kanak merupakan fase awal dalam kehidupan manusia untuk memulai sosialisasi eksternal di luar lingkungan keluarga intinya dan pada fase ini mereka cenderung lebih mudah untuk menyerap nilai-nilai termasuk pengetahuan berlalu lintas karena pada nantinya jika mereka memasuki usia sekolah, remaja dan dewasa mereka akan selalu berinteraksi dengan sistem lalu lintas dan jalan raya dalam menjalankan aktivitasnya. Disini sangat diperlukan adanya kerjasama lintas sektoral yang saling terkait antara institusi pendidikan, kepolisian, pemerintah daerah dan kelompok kepentingan lainnya dalam menyusun kurikulum dan melaksanakan pengajaran mengenai pentingnya kesadaran berlalu lintas pada anak-anak. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di jalan raya, bagaimana menghormati sesama pemakai jalan, pengenalan rambu-rambu lalu lintas dan bagaimana menyeberang jalan dengan aman adalah materi-materi dasar lalu lintas untuk tingkatan anak usia dini yang dapat dikemas dalam metode pengajaran yang menarik bagi mereka sehingga lebih mudah untuk tertanam dalam benak pikirannya dan mampu memberi nilai tambah bagi PAUD itu sendiri.
Kemudian institusi vital lainnya yang juga berperan penting dalam mendukung upaya menanamkan kesadaran berlalu lintas pada usia dini adalah keluarga dan media massa.
Keluarga adalah institusi yang pertama dan utama bagi setiap individu untuk wahana sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai. Pada masa usia dini, frekuensi kedekatan hubungan antara anak dengan orang tua masih sangat tinggi sehingga orang tualah yang harus menjadi guru bagi anak-anaknya dengan mensosialisasikan nilai-nilai hidup yang positif.
Pada masa ini dengan kondisi lalu lintas yang makin rumit dan menuntut anak-anak untuk mulai banyak beraktivitas di luar rumah, terutama untuk kepentingan pendidikan, seharusnya disikapi secara adaptif oleh kalangan orang tua dengan mulai mengajarkan kepada anak-anaknya bagaimana seharusnya bersikap dan bertingkah laku di jalan raya demi keselamatan dirinya sendiri. Terlebih karena tidak mungkin bagi orang tua untuk terus menerus mendampingi anak-anaknya dalam beraktivitas di luar rumah sehingga terasa sekali pentingnya anak-anak diajarkan sejak usia dini mengenai kesadaran berlalu lintas.
Ketika ada kesempatan untuk pergi bersama keluarga, orang tua juga dapat memberi teladan dengan mengemudi kendaraan secara baik dan santun serta mematuhi rambu lalu lintas yang ada sehingga menjadi wahana pembelajaran yang efektif bagi anak di lingkungan keluarga intinya untuk memiliki kesadaran berlalu lintas sejak dini.
Peranan media massa dalam mengkampanyekan kesadaran berlalu lintas dan keselamatan jalan tidak sebatas sebagai partner pemerintah saja mengingat kebutuhan masyarakat modern akan informasi sangatlah besar dan peluang inilah yang dapat dimanfaatkan oleh media massa untuk menyebarluaskan isu kesadaran berlalu lintas. Tema mengenai kesadaran berlalu lintas sebaiknya harus rutin diangkat oleh media massa setiap beberapa periode waktu tertentu demi efektivitas kampanye sadar berlalu lintas itu sendiri agar apa yang telah terpublikasikan ke masyarakat tidak begitu saja dilupakan dan mampu menambah pengetahuan masyarakat, terutama para orang tua untuk selanjutnya diajarkan pada anak-anaknya.
* Yorri Kusuma Nugraha, SIP. Alumnus Fisipol UGM program Administrasi Publik dan staf Dinas Perhubungan Provinsi DIY
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H