YOPPY MAIRIZON R.S
TIM PERUMUS SWASEMBADA NASIONAL Selama 20 tahun terakhir (1986-2007), telah terjadi peningkatan populasi ternak sapi di Indonesia yang berkisar antara 9-12 juta ekor dan upaya peningkatannya. Pada tahun 2006, pemerintah baru berhasil menyediakan daging sapi dalam negeri sebanyak 256,8 ton atau sekitar 72% dari kebutuhan. Salah satu faktor yang melatarbelakangi sulitnya pemerintah memenuhi ketersediaan daging sapi dalam negeri disebabkan rendahnya tingkat kebuntingan/kelahiran serta tingginya tingkat pemotongan betina produktif. Sejumlah indikasi pun bermunculan terkait pemotongan sapi betina produktif yang merupakan titik untuk berkembangnya populasi ternak sapi, dua dari sekian banyak indikasi di potongnya sapi betina produktif antara lain adanya kesalahan pola bisnis dari pebisnis sektor peternakan yang mengimpor sapi betina produktif. Kemudian kurangnya informasi kepada peternak kecil tentang dampak pemotongan sapi betina produktif itu sendiri. Direktorat Jendral Peternakan juga pernah melakukan pemantauan. Pada pemantauan tersebut didapat hasil yang cukup mengejutkan, hasilnya 40% dari jumlah ternak sapi/kerbau yang dipotong adalah ternak betina dan dari jumlah tersebut 25% diantaranya adalah sapi betina produktif. Akibat dari tingginya jumlah pemotongan betina produktif tersebut dikhawatirkan akan terjadinya penurunan populasi ternak lokal disebabkan hilangnya sapi betina produktif yang seharusnya dapat meningkatkan kelahiran ternak. Jauh-jauh hari sebelumnya pemerintah sudah melakukan pengendalian untuk mengurangi atau bahkan meniadakan pemotongan sapi betina produktif. Jika dibalik sekilas sejarah tentang aturan yang melarang pemotongan sapi betina produktif, telah dimulai semenjak zaman Belanda. Pelarangan memotong sapi betina produktif tersebut di tegaskan dalam Staatblad no 614 Pasal 2 Tahun 1936. Tidak cukup di situ saja, pemerintah melalui Intruksi Bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian kembali menegaskan pada Undang-undaang No. 18 Tahun 1979 tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit. Namun kenyataannya hingga saat ini masih terdapat pemotongan sapi betina produktif. Padahal dalam undang-undang jelas ditegaskan larangan memotong sapi betina produktif. Pada Staatblad tahun 1936 lebih merinci dan menegaskan bah wa dilarang menyembelih atau menyuruh menyembelih ternak besar bertanduk (sapi dan kerbau) yang betina. Jangankan memotong, menyuruh menyembelih pun dilarang, alasan dan tujuan larangan tersebut yaitu untuk mencegah penurunan perkembangan ternak sapi/kerbau tersebut, menjamin kelestarian serta meningkatkan populasi ternak sapi atau kerbau. Melarang pemotongan sapi betina produktif ini merupakan salah satu cara bagaimana supaya swasembada daging 2014 bisa terlaksana. Namun jika pemotongan sapi betina produktif tetap ada bukan tidak mungkin target swasembada daging 2014 hanya tinggal impian buram yang terkubur dalam. Kita lantas bersyukur karena pemerintah tidak mau tinggal diam melihat pemotongan sapi betina produktif. Hal ini terlihat dengan program penyelamatan sapi betina produktif di Rumah Potong Hewan (RPH) serta penyaringan ternak sapi betina yang diimpor dari feedlotter dan memantau ternak yang diperdagangkan di pasar hewan. Upaya lain dalam penyelamatan sapi betina produktif yaitu dengan sosialisasi kepada kelompok-kelompok peternak serta kepada peternak kecil tentang pentingnya sapi betina yang masih produktif dalam usaha peternakan. Kemudian peternak diberi penjelasan tentang pola pikir yang beranggapan tujuan utama pemeliharaan ternak sebagai tabungan yang setiap saat dapat dijual apalagi jika kondisi mendesak. Disinilah peran kita bersama sebagai actor di bidang peternakan baik itu pemerintah, ilmuan, mahasiswa, pebisnis, termasuk juga peternak demi terwujudnya impian yang sudah lama terkubur, yakni ‘Swasembada Daging 2014’. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H