Mohon tunggu...
Yoppie Christ
Yoppie Christ Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB, Peneliti di Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB

orang kecil yang terlambat belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ciuman Eva

6 Desember 2012   07:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:06 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_227882" align="aligncenter" width="654" caption="Adam and Eva"][/caption] Setiap pagi adalah awal sebuah rutinitas bagi Adam, seorang pekerja kerah putih dengan penghasilan yang bisa dikatakan sangat cukup, segera bergegas mandi, berpakaian dengan rapi seperti yang telah diajarkan oleh ibunya sejak dia bisa memakai baju sendiri lalu menuju meja makan dimana sudah tersedia segelas teh tawar dan sepiring nasi goreng atau mie goreng.

Selama makan ia hanya diam seperti yang telah dilaluinya sejak bertahun-tahun, sama seperti yang diajarkan oleh sang ibu juga sejak kecil. Tak pernah Adam mengubah kebiasaan itu karena mengubahnya berarti menjauh dari sejarah hidupnya. Selesai makan ia menuju ke belakang untuk berpamitan pada sang ibuyang jelas telah dimakan umur namun masih mampu mengurusi seisi rumah itu sendiri, dari kamar mandi, dapur, halaman, kamar tidur, garasi, bahkan sampai sang anak, Adam. Tangannyalah yang mengurus semuanya dalam tigapuluhan tahun ini. Terlebih lagi dalam sepuluh tahun terakhir ketika ayah Adam terlebih dahulu meninggalkan dunia fana ini, tangan, kaki, kepala bahkan emosinya sendirilah yang mengatasi segala masalah.

“Adam berangkat Bu,” salam Adam dengan suara lembut sembari meraih tangan ibunya dan mencium punggung tangan tua itu.

“Oh ya nak, ati-ati di jalan,” sambut sang ibunda sambil menolehkan kepalanya ke arah Adam dan tersenyum.

Adam bisa melihat mata ibunya selalu sama saat melepasnya pergikerja atau pergi agak lama karena tugas kantor. Mata itu selalu bersinar penuh semangat dan kegembiraan. Mata yang senantiasa bahagia bisa melihat anaknya tercinta setiap hari saat ia berangkat maupun pulang dari suatu tempat. Ketika melihat mata itu Adam pun selalu tenang.

Saat punggung Adam telah berbalik menuju pintu keluar, mata sang bunda masih memandang Adam. Dalam hatinya sebaris kata syukur ia panjatkan pada sang kuasa: “alhamdulilah aku masih bisa melihat anakku setiap hari. Pak..meski kamu tlah jauh di surga tapi Adam membuatku selalu merasa bahwa kau masih ada di sini...”

Setelah menghela nafas panjang, iapun melanjutkan kesibukannya, menyiapkan makan siang dan sekaligus malam.

--------()-----------

Adam dengan tenang berdiri di antara himpitan penumpang lain di kereta listrik yang akan mengantarnya ke kantor. Sebenarnya ada sebuah mobilvan di rumah namun karena alasan tak mau bercapek menghadapi kemacetan, ia lebih memilih moda transportasi umum. Walhasil mobil itu hanya bergerak ketika mengantar sang ibu mengikuti kondangan, menjemput danmengantar Aisha sang pacar atau mengangkut kerabat-kerabat yang datang ke kotanya ketika musim liburan tiba. Tapi Adam menikmati itu semua, dalam setiap refleksinya ia merasa telah sempurna dan memiliki segalanya, ibu yang begitu penyayang, kekasih yang begitu kalem dan mengerti situasinya, teman-teman kerja yang berbudi baik, pekerjaan yang menjanjikan karir jangka panjang, dan tabungan yang bisalah diandalkan nanti di masa tua.

Sampai akhirnya semuanya terjungkir balik hanya oleh satu faktor kecil, Eva!

------()--------

Eva adalah sesosok hantu yang tiba-tiba muncul dalam kehidupan Adam, entah bagaimana ketika pada suatu hari ia hadir di kantor di mana Adam bekerja. Kedatangannya dibarengi oleh salah satu manajer di kantor itu yang mengenalkan Eva pada setiap orang termasuk Adam. Eva tampak biasa saja, tidak cantik tapi juga tidak jelek, bertubuh mungil agak berisi, mengenakan blazer hitam dengan kemeja putih, memakai sepatu dengan hak tinggi, berkulit coklat seperti kebanyakan perempuan lain di kantor, memakai tas tenteng bermotif etnik yang juga umum dipakai kebanyakan perempuan di sana, dan tersenyum ramah agak malu-malu ketika mengulurkan tangan untuk mengenalkan dirinya. Biasa saja, tidak ada yang tidak biasa, termasuk ketika diberi tahu bahwa Eva akan menjadi salah satu staf di bagian dimana Adam duduk, semua hanya menunjukkan ekpresi senang karena memiliki orang baru.

Maka menyatulah Eva dengan cepat dalam tim, dimana ia menunjukkan diri sebagai seorang perempuan yang luwes bergaul. Dalam setiap interaksi yang judulnya kumpul-kumpul atau rumpi-rumpi ataunongkrong-nongkrong selalu ada Eva.Di awalnya ia adalah penggembira biasa, lantas jadi peserta paling aktif dan kemudian justru menjadi penggerak dengan ide-ide segar dan spektakulernya. Semakin besar kehadiran serta peran Eva makin terlihat bahwa ia seorangyang cerdas, analitis, seorang pemikir bebas yang kadang mengejutkan semua orang namun memiliki kehebatan untuk menjelaskan secara runtut argumentasi atas pemikirannya secara terbuka sekaligus pejalan yang enerjik. Tak salah jika beberapa orang berpikir sembrono bahwa Eva adalah seorang lesbian, seorang mantan aktivis, seorang bertitel master, jomblo frustrasi, seorang atheis, atau penganut sexbebas, pokoknya semua yang dianggap berbeda, devian, atau pembangkang ada dalam benak masing-masing orang jika berpikir tentang siapa Eva.

Demikian juga di mata Adam, baginya Eva adalah sebuah gedoran di pintu kayu . Sikap dan pendirian Eva yang kuat, kemandirian berpikir, keterusterangan bahkan tentang hal-hal pribadi ketika Eva bercanda dengan teman baik perempuan dan laki-laki justru membuatnya terhenyak dan bangun namun lebih terasa sebagai sebuah unexpected wake up call. Jengah ia melihat itu semua, sampai akhirnya ia memutuskan sikap bahwa ia tidak suka Eva. Adam menilai kepribadian Aisha lebih menarik. Aisha cantik, kalem, tidak banyak menuntut, rendah hati, dan yang paling penting adalah sangat menyayangi ibunya yang sudah makin menua dan terkadang sakit. Aisha bahkan lebih care pada ibunya dibandingkan Adam sendiri pada ibunya, hal inilah yang membuat Adam menilai Aisha begitu sempurna. Aisha adalah perempuan yang akan cocok untuk menemaninya menghabiskan usia hingga senja tiba nanti.

Sementara itu di mata Eva, Adam adalah gambaran orang aneh..geek!. Pertama-tama saat tahu bahwa Adam masih tinggal di rumah ibunya, sungguh tidak bisa dipahaminya. Adam yang selalu rapi dan teratur, “ngga cowok banget” dalam pikiran Eva. Adam yang belum pernah sekalipun mencumbu Aisha, menyedihkan bagi Eva. Adam yang tak bisa ikutan snorkling ke Belitung bersamanya dan teman-teman lain dengan alasan harus menjaga ibu,tampak sederhana sekali irama hidupnya bagi Eva, dan yang paling menyedihkan dari semuanya tentang Adam bagi Eva adalah: Adam tidak pernah bisa membuat keputusan, tak mau ambil risiko, he wants everything is to be settled....and just need to follow guideline or norm. (???) Di titik ini Eva membenci Adam namun dalam keseharian Eva mengakui Adam memiliki daya tarik fisik yang tak bisa diabaikan, dalam fantasinya ia ingin Adam lah laki-laki yang ada bersamanya di malam-malam sepinya tapi bukan Adam sang geek....she needs a man, not a nice good looking guy!

-----()-------

Sore 4 Desember saat Jakarta diguyur hujan deras sepanjang sore, dua orang masih menunggu waktu pulang. Adam menunggu hujan agak reda untuk menunggu angkot, sementara Eva menunggu hujan reda untuk mengendarai motor matic-nya melewati jalan Jakarta yang pasti tergenang. Percakapan soal serunya rekan-rekan kantor dan keparatnya hujan Jakarta mereka lalui dengan santai sampai tak terasa telah lewat Isya sementara hujan pun tak menampakkan akan berhenti. Mereka harus membuat keputusan karena tak bisa menunggu lebih lama di kantor, perutpun sudah menuntut untuk diisi dengan sesuatu yang hangat. Akhirnya diputuskan untuk sama-sama naik motor Eva cari makan lalu masing-masing akan berpisah pulang. Deal! Maka meluncurlah dua orang beda karakter itu menuju Sop Ayam Pedas Mang Udin dengan melabrak genangan-genangan air di jalan.

Perbincangan pun berlanjut di bawah tenda dan kucuran air hujan, seakan belum habis juga bahan pembicaraan tadi namun toh tetap tampaknya begitu dinikmati dengan derai tawa dan cekikikan mereka. Setelah makan malam usai, kondisi mengubah rencana lagi karena hujan belum terhenti total dan setelahmenunggu beberapa lama angkot yang dinanti Adam pun tak kunjung lewat sementara Eva tidak tega meninggalkan Adam sendiri menunggu angkot. Seri chit-chat berlanjut lagi termasuk membicarakan apa yang harus dilakukan jika tak ada angkot. Sebuah ide dari Eva memberikan jalan terbaik tampaknya, bahwa mereka akan ke kos Eva lalu Adam bisa bawa motor Eva pulang

Setelah melalui jalanan becek di jalur-jalur sempit ibukota, terciprat air kotor dari samping plus rembesan air hujan yang sudah masuk ke dalam, dengan tubuh menggigil keduanya sampai di sebuah rumah kos cukup besar, bersih, dan sangat sepi. Tampaknya semua orang memilih berada di dalam kamar di tengah hujan seperti itu.

“Masuk dulu Dam...basah nih..raincot-nya taruh didepan aja!” seru Eva.

Adam pun melepas raincoatnya dan menyadari bahwa raincoat itu tak berfungsi lagi karena kemejanya pun basah kuyub.

Eva keluar lagi dengan membawa sehelai handuk kering dan segera mengulurkannya ke Adam. “Keringkan tuh muka ma badan lalu masuk aja dulu..mau kopi?” Eva menawarkan hal yang mungkin paling sedap saat itu. Tentu saja Adam menyahutnya dengan anggukan berkali-kali....dengan masih sedikit menggigil iapun mengikuti Eva masuk ke dalam kamar. Di sebuah kursi plastik ia pun duduk sementara Eva menyiapkan kopi.

Tak seberapa lama kopi pun datang, kepulan asap dari dalam cangkir sepertinya menawarkan rasa paling sedap di dunia, plus aroma kopi hitam Sidikalang terpapar ke seluruh kamar kos..hmm.. “ahhhhhh....adalah suara yang sudah menjelaskan betapa nikmat regukan pertama kopi itu. Eva tersenyum melihat pemandangan itu sebelum menyadari ia belum mengganti bajunya yang basah.

Lalu tanpa ragu atau rikuh dengan kehadiran Adam, Eva melepas kemejanya yang basah, kemudian roknya sehingga hanya tertinggal tubuh terbuka dengan pakaian dalam dengan warna senada. Tak lama pemandangan itu muncul karena kemudian Eva mengambil semacam pakaian mandi yang tergantung untuk menghangatkan sekaligus menutup tubuhnya. Sementara itu sedari tadi Adam tak bergerak,ia terhenyak, belum tersadar dari geragapnya, kopi yang dipegangnyabelum diseruput lagi, matanya masih belum berkedip. Gambar setiap adegan yang telah terjadi di depan matanya seperti diputar dengan cepat, berulang-ulang sehingga ia masih sangat ingat bagaimana lekuk pinggang Eva, bentuk bokong Eva, kencangnya otot bagian atas Eva, renda di sekitar bra Eva, berapa jumlah kait di bra hitam itu, dan berapa centimeter tali pakaian dalam Eva..semua terekam sempurna dalambenak Adam dan mampu membuatnya mematung, namun jauh di dalam, jantungnya berdegup dengan kencang dan ia merasakan aliran darah yang memburu dengan cepat menuju jantungnya.

“Hei..kok melongo, kamu ngeliat aku ganti baju yah, ga keberatan kan soalnya aku udah basah banget..dingin!” kata-kata Eva terlontar panjang tanpa koma. Bahkan ia masih melanjutkan kata-katanya setelah belum ada tanggapan dari Adam; “Biasanya aku cuma pakai pakaian dalam aja kalo di kosmalam begini, Jakarta kan panas!” tambah Eva sambil tersenyum memikat.

Adam tersenyum tanggung, antara malu dan ingin memuji keindahan milik Eva sekaligus berusaha mengendalikan degup jantungnya hanya menjawab pendek: “enggak, ga papa Va..”

Eva tak membahas itu lebih lanjut, cuman menatap tubuh Adam lalu membuka lemari dan mengambil kaos berukuran besar serta sebuah celana pendek dan mengulurkannya ke Adam untuk dikenakan. Adam pun mengikuti tapi tak seperti Eva yang langsung melepas bajunya, Adam memilih untuk berjalan ke kamar mandi untuk ganti pakaian. Eva memandang itu sambil tersenyum penuh arti yang sedikit banyak membuat Adam grogi karena tak punya keberanian seperti Eva. Tapi menurut yang diajarkan selama ini seharusnyalah begitu maka ia tetap melangkah ke kamar mandi.

Sekembalinya Adam ia tampak segar dan hendak bersiap-siap mengambil tasnya untuk berpamitan. Namun Eva tak menanggapinya, malahan ia meraih tangan Adam, menatap mata Adam dan berkata lembut setengah memohon.

“Tinggallah di sini malam ini Dam, masih hujan di luar, temani aku malam ini supaya kita bisa ngobrol lagi semalaman!” pinta Eva.

Adam terdiam. Eva terusmenatap Adam dengan lembut lalu ia mendekati wajahnya, menatap rekat matanya, dan dengan lembut pula Eva menyentuhkan bibirnya ke bibir Adam yang telah menanti. Dan begitulah...kata-kata tak dibutuhkan lagi ketika kedua anak manusia diselimuti hasrat terdalamnya. Ciuman Eva sudah mengunci semua jalan hidup Adam sejak detik itu, sangat beracun tapi sangat manis dan hangat sampai ke relung jiwa tenang Adam.

Malam itu Adam tak meninggalkan ruangan, Eva adalah segalanya malam itu, sesuatu yang tak dipahaminya namun setiap pagi setelah malam itu, nama pertama yang ia ingat adalah Eva dan tubuh pertama yang ia ingin sentuh adalah Eva, bukan lagi ibunya.

Sang ibu bukan tak merasakan itu setelah seberapa lama, demikian juga Aisha. Adam berubah dari seseorang yang sebelumnya tampil sangat penurut, penuh kasih dan lembut, saat ini menjadi seseorang yang tegas, argumentatif, seperlunya namun jauh lebih aktif dan bersemangat.

------()--------

Tak ada yang bisa menjelaskan keajaiban yang terjadi ketika bumi dan langit itu sekarang selalu bersama, bergandengan tangan mesra, saling goda saat di kantor maupun di luar kantor, Eva jadi lebih kalem dari sebelumnya sementara Adam tampil lebih percaya diri di manapun dia berada. Mereka jadi manusia-manusia baru di mata dunia sekitarnya. Sebegitu kuatkah rasa cinta itu yang bahkan mampu merekatkan langit dan bumi?

Waktu berlalu, keributan-keributan menjadi sering terjadi di rumah sang ibu dan di manapun ketika Adam bersama Aisha. Hal yang awalnya dijunjung tinggi oleh Adam menjadi sumber masalah saat ini. Tinggal di rumah ibu, tugas 24 jam menjaga, campur tangan ibu dalam hidup pribadinya, bahkan perhatian besar sang Ibu terasa menjadi sebuah gangguan baginya. Terhadap Aisha, Adam pun merasa kepenurutan Aisha adalah hal menjengkelkan, keharmonisan yang Aisha tampilkan dalam tampilan dan sikap jadi hal membosankan bagi Adam. Begitu berbeda dengan Eva yang so free, begitu bebas, begitu kuat, mandiri, keras kepala, namun ibarat api Eva adalah pribadi yang mampu membakar Adam untuk melakukan apa saja, risiko apapun, sesuatu yang tak pernah Adam hadapi dalam hidupnya yang begitu tertata rapi dan sempurna selama ini. Pada puncak pembicaraan mereka bertiga di suatu waktu, akhirnya muncul solusibahwa Adam akan tinggal sendiri dan mempercayakan pengurusan rumah dan sang ibu pada seorang pramurukti sekaligus pemelihara rumah tangga. Pertemuan yang tidak berakhir dengan mulus tapi mempunya hasil yang tegas. Adam telah menentukan garis hidupnya, masih gelap dan mungkin berisiko namun ia bertekad tak akan menoleh ke belakang. Tangis tentu saja hadir namun Adam telah menulikan telinganya.

-----()-------

Adam telah memilih antara kenyamanan rumah serta kehangatan sang Ibu dan kekasih yang mencintainya dengan tulus dan penuh pengertian, dan pilihan lain adalah membangun hidupnya bersama seseorang yang baru dikenalnya, memasuki terowongan yang belum tahu ujungnya yang mungkin hanya akan berujung pada kegagalan dan kesepian. Petualangan atas pertanyaan-pertanyaan hidup akhirnya yang membuat Adam tumbuh menjadi seseorang yang baru. Di sampingnya, Eva adalah perempuan yang selalu menghadirkan tantangan bagi Adam untuk mengerti sisi terkeras dan terdalam dari seorang perempuan yang kuat dan mandiri, yang jauh lebih kompleks daripada yang ia alami selama ini maupun yang diajarkan oleh orang-orang sekitarnya.

“Eva, sang dewi pembawa buah terlarang itu telah datang dan aku menyambutnya dengan terbuka, kutelan buah itu dengan ikhlas dan siap menyambut badai langit yang muncul karenanya. Buah itu memang dari ular sang penggoda, namun berkat ular itulah kehidupan muncul. Terimakasih atas semua yang terjadi sampai hari ini dan untuk seterusnya dalam genggaman semesta semua ini kuserahkan!,” pada langit malam Adam sampaikan suara hatinya.

Namun di ujung doanya tak lupa ia berdoa untuk orang yang sangat ia sayangi: “Ibu, maafkan anakmu karena mengambil jalan lain tanpamu namun percayalah anakmu tak akan pernah berhenti mencintaimu. Anakmu hanya hendak belajar berjalan sendiri, hidupku masih panjang dan toh aku akan sendiri juga pada waktunya. Kumohon kau mengerti dan selalu dalam perlindungan Yang Kuasa. Amin,”terpanjatkan lah doa itu pada mega-mega di malam itu.

“Eva, mungkin kau adalah kesalahan terbesar dalam hidupku namun bersamamulah aku dapat membedakan mana penderitaan dan kebahagiaan. Terimakasih kekasihku, jangan berjalan di depan atau di belakangku, tetaplah di sampingku dan mari hadapi dunia yang keras ini bersama!, ” desah Adam sebelum menutup matanya untuk mengakhiri hari ini.

Sementara itu, dalam hening malam sebaris nada terdengar dari komputer yang dibiarkan hidup oleh Adam dan rangkaian kata ini menjadi nina bobo bagi pemuda itu ...riders on the storm...into this house we’re born..into this world we’re thrown..like a dog without a bone...an actor out alone...(ll)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun