Empat tahun lalu ketika saya tinggalkan Jakarta, transportasi sudah merupakan masalah utama. Angkutan umum dan angkutan pribadi tumpah ruah di ruas jalan yang tak mampu lagi menampung penambahan jumlah kendaraan.
Hari ini, keadaan tambah parah.
Walaupun Pemkot Jakarta mengambil sikap yang patut diapresiasi dengan (akhirnya) memulai pembangunan infrastruktur utama angkutan umum ibukota: Trans Jakarta dan MRT, tidak dipungkiri bahwa beberapa tahun ke depan warga harus siap dengan tingkat kemacetan yang jauh lebih parah dari hari ini.
Sayangnya Pemkot Jakarta tidak bisa mengeluarkan solusi jangka pendek/menengah untuk mengurangi penambahan kemacetan akibat pembangunan infrastruktur Trans Jakarta dan MRT. Mungkin juga mereka sudah coba cari, namun tidak berhasil menemukan.
Buat saya, solusinya adalah penggunaan sepeda motor secara massal.
Mungkin sebagian dari anda berfikir bahwa jumlah sepeda motor di Jakarta yang membludak dalam beberapa tahun terakhir adalah kontributor terhadap masalah macet. Anda tidak salah, namun mari kita tidak menutup mata bahwa kaum pekerja beralih ke moda transportasi pribadi karena bis-bis umum yang beroperasi di Jakarta mengalami penurunan jumlah secara drastis semenjak beroperasinya Trans Jakarta. Trans Jakarta sendiri mengurangi sebagian ruas jalan umum yang bisa diakses publik sehingga menambah parah antrian di jalan.
Sepeda motor adalah solusi, setidaknya hingga pembangunan infrastruktur Trans Jakarta dan MRT rampung dan pengguna sepeda motor bisa beralih ke moda transportasi umum yang lebih murah, nyaman, tepat waktu dan aman dari hujan.
Apabila 80% pengguna jalan beralih ke sepeda motor, jumlah ruas jalan jalan di Jakarta yang sudah tidak bisa diluaskan itu diyakini bisa menampung lebih banyak pengguna jalan ketimbang saat ini. Mayoritas pengguna mobil pribadi lebih sering bepergian sendiri atau berdua. Apabila dalam keseharian para pengguna mobil menggunakan sepeda motor, panjang antrian lampu merah di jalan jalan utama akan berkurang drastis.
Secara ramah lingkungan, sepeda motor mengkonsumsi bahan bakar lebih sedikit dari mobil. Tidak hanya mengurangi emisi gas buang dan membuat udara Jakarta lebih sehat, perpindahan dari mobil ke sepeda motor membuat kebutuhan bbm bersubsidi jauh berkurang: negara diuntungkan dan selisih subsidi bisa dialihkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur angkutan umum.
Pertanyaan berikutnya: bagaimana melakukan hal ini?
Perpindahan preferensi pengguna kendaraan pribadi dari mobil ke sepeda motor dilakukan secara bertahap.
Pertama, buka jalur KHUSUS sepeda motor. Seperti di kota-kota besar negara maju di mana sepeda menjadi moda transportasi utama, masyarakat digerakkan untuk menggunakan kendaraan pribadi preferensi pemerintah dengan memberikan fasilitas khusus yang membuat moda transportasi ini lebih kompetitif dibanding moda transportasi lainnya. Dengan jalur khusus, jarak tempuh Jakarta yang cuma beradius 10km ini maksimal hanya 30 menit dengan sepeda motor.
Kedua, tambah insentif pembelian sepeda motor, kurangi fasilitas penggunaan mobil. Terkait hal ini, rencana Pemkot DKI menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) di ruas jalan utama Jakarta mengakomodir poin kedua ini dengan catatan: motor tidak dikenai ERP.
Tulisan ini dibuat dengan tidak mengesampingkan kegunaan utama mobil sebagai alat angkutan jumlah besar dan jarak jauh. Untuk bepergian dalam jumlah besar, mengantar anak-anak ke sekolah, untuk belanja, dan plesiran pakhir pekan bersama keluarga, mobil merupakan pilihan tepat yang nyaman, aman, dan ramah lingkungan. Demikian pula halnya dengan pilihan bersepeda di ibukota. Saat ini, berbicara mengenai komitmen menggunakan sepeda untuk menuju lokasi kerja di Jakarta bagi saya adalah sebuah cita-cita yang lebih realistis dibicarakan setelah mayoritas pekerja Jakarta bepergian menggunakan angkutan umum. Kombinasi yang terjadi antara jumlah sepeda, sepeda motor dan mobil di ruas jalan utama saat ini adalah sebuah absurditas.
Terima kasih telah membaca.
Hendriek Yopin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H