Kampus berangsur-angsur sepi seiring mahasiswa yang memilih mudik lebaran selepas terbitnya edaran pimpinan yang kembali memberlakukan kuliah daring (online) karena kasus COVID-19 yang meningkat di Banda Aceh.
Berjalan di sepanjang koridor kampus yang sepi di sore hari, saya teringat dengan suasana saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) se-Indonesia akibat mewabahnya COVID-19 yang menimbulkan kematian tahun lalu. Â Â
Kala itu sejak akhir Maret, kampus sepenuhnya kosong tanpa aktivitas. Gedung-gedung megah yang menjulang di tanah Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussalam tutup. Civitas Akademika Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) baik dosen maupun tenaga kependidikan serta mahasiswa bekerja dan belajar dari rumah.
Baru ketika dimulainya fase adaptasi kebiasaan baru oleh pemerintah, kampus mulai kembali menggeliat kendati belum sepenuhnya normal. Suasana masih sepi dan terasa semakin senyap selepas Dhuhur.
Suasana hening saya rasakan kala bekerja dari lantai III di sebuah fakultas. "Suasana yang nyaman untuk menulis," pikir saya dalam hati. Hari demi hari pada fase awal tatanan baru pasca COVID-19 berlalu -meskipun hingga sekarang kasus COVID-19 masih terus berfluktuasi-.
Saya semakin larut dalam pekerjaan. Tidak terasa hari telah gelap. Kumandang adzan Maghrib terdengar dari mesjid kampus. Jeda sejenak untuk Sholat. sesaat kemudian saya meraih satu Pak kopi sachet paket komplit 3 in 1, mengguntingnya sebungkus, membubuhkannya dalam gelas kecil, menyeduhnya dengan air hangat, aduk perlahan, sllruuup...."Nikmat!" seru saya yang bergema dalam salah satu ruangan seluas 9 meter persegi. Dan saya pun kembali melanjutkan pekerjaan yang memasuki tahap finishing.
Sekilas saya menoleh ke arah jendela bagian atas. Langit tampak gelap, bulan hanya memunculkan separuh wujudnya, bintang-bintang berkilauan memancarkan warna-warni cahayanya. Kaca-kaca persegi kecil tersusun melebar dan tinggi membentuk kesatuan jendela besar membuat kita dapat dengan mudah melongok ke langit.
Di malam hari, jendela besar di lantai III ini menyajikan pemandangan indah ke arah langit. Kaca persegi kecil yang dapat dibuka memungkinkan udara dingin malam memasuki ruang. Namun sebaliknya di siang hari, rangkaian kaca membentuk jendela besar ini malah menjadikan kondisi di dalam cukup panas kendati telah dilengkapi Air Conditioner (AC). Sepertinya desain gedung menggunakan jendela besar bermaterial kaca tidak cocok untuk daerah tropis yang lembab dan panas.
Penasaran dengan gugusan bintang yang terbentuk di langit Banda Aceh. Saya menghentikan pekerjaan dan membuka sebuah laman web yang menampilkan informasi rasi bintang, mencoba mensinergikan bintang-bintang yang tampak di langit. Saya teringat, konstelasi bintang di langit telah lama digunakan oleh para endatu (nenek moyang) orang Aceh untuk menentukan musim di Aceh.