Mohon tunggu...
Yopi Ilhamsyah
Yopi Ilhamsyah Mohon Tunggu... Dosen - Herinnering

Herinnering

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kolonel Hujan di Tengah Palagan (Bagian 2)

21 April 2020   11:30 Diperbarui: 21 April 2020   12:58 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belum lagi taktik sergap dan hilang di balik lebatnya pepohonan yang dilancarkan gerilyawan Aceh kerap menyulitkan perjalanan Belanda menuju keraton. Banyak prajurit yang menderita luka-luka dan tewas justru ketika pertempuran belum lagi dimulai.

Prajurit Zeni berkali-kali turun untuk membangun jembatan darurat pasca pengrusakan oleh pejuang Aceh. Belanda menjadi kerepotan. Pejuang Aceh benar-benar ofensif sekaligus defensif lewat taktik gerilya, Belanda belum pernah mengalami kejadian perang seperti ini di Nusantara, seperti terekam dalam catatan seorang prajurit bernama George Lodewijk Kepper sejak pendaratannya di Pantai Cermin. Ia menulis “Pejuang tidak kecut sedikitpun menghadapi tembakan kilat, bahkan sebaliknya kencang mendekat, makin banyak jatuh, makin mengkilat lagi cepatnya yang lain mendekat, semua berteriak” (Catatan sejarah Muhammad Said tahun 2007 dalam Aceh Sepanjang Abad).

Kepalang tanggung dan tidak ingin malu, tanggal 14 April 1873, Belanda kembali menyerbu mesjid raya. Lazimnya pertempuran darat, gempuran meriam diluncurkan dalam upaya melindungi gerak pasukan infanteri Belanda menyusup di antara reruntuhan mesjid. Sementara itu, balasan tembakan meriam dari laskar Aceh menghujam basis artileri Belanda yang berada di depan bivak sawah.

Baku tembak jarak dekat terjadi di mesjid raya. Perlahan mesjid raya kembali dikuasai Belanda. Pejuang Aceh mundur ke arah keraton. Mendengar laporan “di atas angin” ini, Kohler bergegas menuju mesjid raya.

Pasukan kembali disiagakan guna menyerang keraton yang berjarak 500 meter dari mesjid raya. Bermaksud menginspeksi kesiapan pasukan, Kohler yang sedang berjalan di barisan depan terkena tembakan penembak runduk (sniper) Aceh yang bersembunyi di balik reruntuhan mesjid.

Sang Jenderal seketika rubuh seraya berkata “O God, Ik ben getroffen! (ya Tuhan, aku kena (tembak)!)” kala sebutir peluru menembus dada setelah sebelumnya menembus teropong yang tergantung di dadanya. Peluru bersarang tepat di jantungnya, Kohler pun tewas terkapar bersimbah darah (Catatan sejarah Ibrahim Alfian tahun 2016 dalam Perang Aceh, 1873-1912: Perang di Jalan Allah).

Panik melanda Belanda, tembakan membabi buta dilancarkan ke segala arah. Tidak jelas apakah sang sniper Aceh turut gugur dalam peristiwa ini. Sumber sejarah menyebutkan kalau sang penembak runduk adalah Teuku Nyak Radja atau Teuku Imum Lueng Bata. Catatan sejarah menyebutkan Teuku Imum Lueng Bata memimpin laskar Aceh di keraton kala Belanda menyerang ke sana. Ini artinya beliau lolos selepas membidik Kohler.

Jasad sang jenderal dilarikan ke bivak sawah. Menyadari panglima mereka yang telah banyak makan asam garam di berbagai palagan tewas, moril prajurit seketika ambruk kendati tetap berada di mesjid raya yang telah mereka kuasai. Kolonel E.C. van Daalen, wakil Kohler, yang mendengar kabar buruk tersebut di markas komando Pantai Cermin Ulee Lheue segera beranjak ke mesjid raya.

Dengan jabatan panglima sepeninggal Kohler, van Daalen berupaya menyemangati pasukan meski ia sendiri tidak dibekali taktik perang yang jelas. Van Daalen mengirim Batalyon III di bawah pimpinan F.P Cavaljé untuk mendobrak pertahanan Aceh di keraton namun gagal.

Satuan infanteri ini berkekuatan 25 perwira, masing-masing dengan 239 prajurit Eropa dan 368 prajurit Ambon. Pasca penyerbuan, prajurit Eropa dan Ambon yang terluka atau mati masing-masing berjumlah 91 dan 92 jiwa. Sebanyak 13 perwira ikut terluka maupun tewas. Batalyon III yang terkenal garang di medan tempur seketika gagal dengan cepat. Catatan sejarah menyebutkan kejadian tersebut berlangsung dalam waktu setengah jam saja. Bersambung…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun