Mohon tunggu...
Alexander Yopi
Alexander Yopi Mohon Tunggu... -

Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Mourinho Terjebak Perangkap Real Madrid

20 April 2012   07:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:23 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang El Clasico

Jose Mourinho bisa jadi merasa diri terjebak di Real Madrid. Kebebasannya sebagai seorang manager tertekan, terutama terkait rentetan hasil yang buruk ketika berhadapan dengan seteru abadinya FC Barcelona. Mou boleh saja sukses menggulung dominasi Barcelona ketika masih di Inter Milan dan Chelsea. Strateginya hingga saat ini dipakai oleh hampir semua manager yang ingin berhadapan dengan Barca. Bahkan oleh Di Matteo yang baru saja menggulung Barca di leg pertama semifinal Liga Champions tahun ini. Dengan cara yang sama. Defensif dan mengandalkan serangan balik cepat.

Mou sebenarnya sukses menerapkan strategi tersebut di Madrid pada final Piala Liga musim lalu. Madrid saat itu menggulung mimpi Barca untuk treble dengan gol semata wayang Christian Ronaldo, hasil skema serangan balik cepat. Selebihnya, Madrid membiarkan Barca menguasai bola sepanjang pertandingan. Tetapi, dengan marking yang ketat, Messi dibuat tidak berkutik karena berhasil menjauhkan titisan Maradona itu dari pelayan setianya, Xavi Hernandez dan Iniesta. Skema tiki taka Barca pun lumpuh.

Eforia atas kemenangan itu dirayakan Madrid dengan sejumlah kritik. Internal maupun eksternal. Taktif defensif yang diterapkan Mou di Madrid tersebut merusak bahkan memperkosa identitas Madrid sebagai tim bintang yang bermain menyerang. Untuk bayaran yang mahal, pada setiap generasinya Madrid dikenal sebagai klub yang pandai memainkan lapangan tengah, sayap, dengan sentuhan akhir yang indah. Yah, sejatinya Madrid adalah pengusung sepak bola indah, sepak bola menyerang.

Mou melayani kritik tersebut. Dia mengubah skema permainan Madrid dengan filosofi yang sudah dibangun bertahun-tahun tersebut, terutama ketika berhadapan dengan Barca. Madrid ofensif, bahkan ketika sedang tertinggal satu gol dari Barca. Selanjutnya, pertemuan antara Madrid dan Barca dalam sejumlah partai sesudahnya berakhir buruk untuk catatan kepelatihan Mou. Madrid kalah, atau beruntung imbang. Mou pun perlu mencari alasan di balik kinerja wasit atas kekalahan tersebut.

Terlepas dari hasil buruk setiap kali berhadapan dengan Barca, musim ini Madrid bercokol sebagai satu-satunya klub tersubur dalam mencetak gol. Hingga menyisakan lima partai di La Liga, Madrid sudah mengemas 107 gol. Jika ditambah dengan jumlah gol di Liga Champions, jumlah gol Madrid musim ini menembus angka fantastis sebanyak 161 gol. Rinciannya adalah Madrid menggelontorkan 63 gol di kandang dan 44 gol saat tandang. Penyumbang terbesar gol-gol itu tentu Cristiano Ronaldo dengan 41 gol, lalu disusul Gonzalo Higuain (21 gol) dan Karim Benzema (18 gol). Jika ditotal dengan Liga Champions (32 gol) dan Copa Del Rey/Super Spanyol (18 gol), maka musim mereka sudah bikin 161 gol. Mou dan Madrid tidak lagi pragmatis, tetapi benar-benar telah kembali pada habibat filosofisnya.

Namun, catatan subur dan lunturnya stigma pragmatis itu belum bisa menjadi ukuran Madrid bakal melumat Barca. Untuk Chelsea yang lagi on fire sejak ditangani Di Matteo, klub biru langit itu pun harus kembali mengiyakan strategi Mou. Defensif dan serangan balik cepat. Strategi itu benar-benar ampuh dengan Didier Drogba sebagai penuntas klimaksnya. Dengan kemenangan Chelsea itu, strategi Mou sepertinya mendapatkan pembenaran mutlak. Mengalahkan Barca, satu-satunya dan tidak lain kecuali, defensif.

Mou bisa saja kembali pragmatis, kalau: pertama, manajemen Madrid dari jajaran top hingga pemain mengiyakan strategi tersebut. Itu artinya, Madrid akan kembali menyangkali dirinya, filosofinya, habitatnya, dan hakikatnya yang selalu ofensif dan menyerang. Satu-satunya alasan penyangkalan diri itu adalah kebutuhan vital Madrid untuk meraih poin penuh. Tidak ada jalan lain kecuali mengalahkan Barca, supaya kembali memperlebar jarak dan mengakhiri dominasi Catalan di La Liga. Alasan ini, bisa jadi, memutlakkan semua keputusan di tangan Mou.

Kedua, pemain-pemain Madrid taat pada instruksi Mou. Ketika Mou nampak pragmatis dan defensif, anak kesayangannya Ronaldo sendiri pernah menentang taktik itu. Madrid terlalu bertahan. Tidak terbuka dan menyerang. Harus diakui, karakter pemain Madrid jauh berbeda dengan pemain-pemain Inter dan Chelsea di bawah asuhan Mou. Apalagi Inter, Mou benar-benar berada di tengah pemain berkarakter yang dimauinya. Karakter pemain Inter kala itu memang bertahan dan mengandalkan serangan balik. Demikian juga Chelsea. Beberapa pemain memang bernaluri bertahan.

Sementara itu, sebagian besar pemain Madrid bernaluri menyerang. Dari belakang hingga ke depan. Untuk pakem bertahan, Mou mengandalkan Alonso dan Pepe sebagai destroyer. Kheidra dan Ozil sebenarnya dibeli untuk menjalankan misi bertahan sekaligus menyerang. Namun, apa yang diinginkan Mou seperti yang terjadi di Inter dan Chelsea tidak bisa dijalankan sempurna oleh duo Jerman tersebut. Ramos, Coentrao, dan Marcelo adalah pemain bertahan dengan naluri menyerang yang sering meninggalkan pos dan instruksi Mou. Yang ada, Mou terjebak oleh taktik dan naluri pemainnya sendiri.

Sayangnya, Pep Guardiola dan punggawa Barca benar-benar memanfaatkan “perangkap Mou” ini. Skema defensif sangat membutuhkan dua hal ini, yakni meminimalisir pelanggaran dan bermental baja. Bola mati dan kartu kuning adalah kutukan buat permainan defensif. Banyaknya pelanggaran menyebabkan, skema serangan balik tidak akan mencapai klimak. Frustrasi dan kehilangan fokus.

Sayangnya, naluri menyerang yang dipaksa bertahan itu justru memicu produksi temperamental pemain Madrid.

Sayangnya, Madrid pun termakan provokasi yang sengaja dilontarkan Messi, Xavi, Busquets, Mascherano, Valdes, apalagi Alves.

Tiga hal itu benar-benar dimanipulasi Barca. Dengan cara itu, Madrid pun menjadi tim yang gampang sekali ditaklukan Barca. Akankah hal ini terulang kembali?(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun