Mohon tunggu...
Y. Sumaryono
Y. Sumaryono Mohon Tunggu... -

HR Manager disebuah sekolah Internasional di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Siapa yang Bisa Kita Percaya?

4 Oktober 2013   23:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:59 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya saya tidak ingin menulis sesuatu yang berkaitan dengan politik, korupsi dan berbagai macam kebejatan para pejabat. Tapi ketika saya membaca sebuah pemberitaan sebuah media nasional tentang ditangkapnya ketua mahkamah konstitusi jari-jari saya tergelitik untuk menari-nari diatas keyboard laptop kendatipun hanya ingin menyampaikan pesimisme saya terhadap pemberantasan korupsi.Pesimisme saya semakin bertambah besar ketika seorang pengadil di lembaga peradilan tertinggi di negeri ini tertangkap tangan sedang bertransaksi sebuah kasus. Pertanyaan yang terus berkecamuk dalam pikiran saya adalah siapa yang bisa dipercaya di negeri ini ?

Pertanyaan saya diatas berdasarkan pada fakta dimana praktek korupsi dan pungli terjadi mulai dari pemerintahan terkecil (RT,RW,Desa dan Kecamatan). Sebuah contoh sederhana saja baru-baru ini dikucurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang pengucurannya bisa dibilang kacau, mulai dari proses pendataan penerima sampai proses pencairan oleh yang menerima. Di beberapa daerah para penerima BLSM diminta menyerahkan sejumlah uang dengan berbagai macam alasan oleh oknum RT dan kepala desa. Praktek-praktek korupsi seperti ini tentunya berbeda cara dan jumlah sesuai dengan level mereka dalam pemerintahan negeri ini. Kalau ketua RT dan kepala desa hanya bisa mengkorupsi dana BLSM, camat, bupati dan seterusnya mempunyai lahan korupsi yang lebih luas, mulai dari lelang jabatan sampai pemotongan berbagai dana proyek yang sejatinya harus digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Masih jelas diingatan saya Akil Mochtar melontarkan ide potong jari dan pemiskinan para koruptor, ide ini disampaikan Akil saat dia menjabat sebagai jubir MK. Menurut dia hukum potong jari bagi pelaku extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) akan memberikan efek jera. Ide ini bagi masyarakat (yang masih percaya janji-janji calon pejabat) sepintas menjadi penyegar dalam dahaga keadilan dan penegakan hukum di Indonesia, tapi bagi Akil ini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Menurut opini saya sebagai masyarakat awam yang tidak mengerti politik dan hukum, praktek-praktek korupsi seperti ini tidak lepas dari proses atau jalan yang ditempuh para koruptor untuk meraih singgasana jabatannya. Sudah hal yang lumrah di negeri ini untuk meraih posisi tertinggi dalam sebuah organisasi pemerintahan membutuhkan modal financial, dan ini menjadi yang utama. Akibat yang terjadi adalah pemerintahan sistim dagang, dimana mereka akan berlomba-lomba untuk mengembalikan modal yang sudah dikelurkan, kemudian akan memikirkan keuntungan. Ini sudah membudaya, mengakar sangat kuat dan akan terjadi turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ini hanyalah opini masyarakat awam yang menginginkan negeri ini benar-benar seperti kolam susu yang bisa menghidupi masyrakatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun