Mohon tunggu...
Y. Sumaryono
Y. Sumaryono Mohon Tunggu...

HR Manager disebuah sekolah Internasional di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keprihatinan Seorang Operator Warnet (5)

21 September 2013   00:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:36 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai seorang operator warnetyang hampir setiap hari melayani pelanggan dari berbagai kalangan membuat saya banyakmengetahui kemampuan pelanggan-pelanggan yang di dominasi para pelajar mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Banyak hal yang membuat saya merasa prihatin dan mengelus dada, mulai dari sopan santun sampai kemampuan mereka. Memang bukan urusan saya untuk mempermasalahkan hal itu karena mereka punya orang tua dan guru di sekolah yang harusnya jauh lebih peduli dari saya. Keprihatinan saya muncul karena didasari oleh jiwa pendidik yang saya miliki. Saya sering tidak menemukankata-kata sederhana yang harusnya mereka pelajari dari rumah, seperti kata terima kasih, maaf, minta tolong dll. Kata-katanya memang sederhana tapi saya rasakata-kata itu mempunyai makna yang cukup mendalam. Contoh sederhana yang sering terjadi adalah ketika mereka mau meminjam sesuatu, sebut saja card reader, kalimat yang sering saya dengar adalah “Ada card reader?”Adakah makna yang mewakili kata meminjam disini ?Menurut saya ini adalah pertanyaan untuk menanyakan eksistensi atau keberadaan, bukan meminjam. Contoh lain ketika seorang pelajar setingkat SMU datang dengan tujuan minta saya atau istri saya mencarikan sesuatu di internet untuk tugas sekolah kebanyakan kata-kata atau kalimat yang diucapkan membuat saya tersinggung, misalnya ”carikan peta Jawa Timur!”, menurut saya kalimat ini adalah kalimat perintah yang sangat tidak sopan diucapkan terhadap orang tua seperti saya. Alangkah indahnya kalau kalimat itu diganti dengan “pak, tolong carikan peta Jawa Timur”.

Saya tidak tahu apakah saya adalah tipe orang yang terlalu sensitifpada bahasa dan gaya berbicara orang lain, tapi yang ada dalam pemikiran saya adalah indahnya berbahasa dengan gaya khas orang timur yang menjunjung tinggi nilai-nilai sopan santun dan tata krama mulai punah. Ini harusnya menjadi perhatian para orang tua dan guru yang menjadi ujung tombak pembentukan karakter generasi berikutnya. Bagaimanapun juga gaya bahasa orang tua yang digunakan sehari-hari dirumah akan sangat berpengaruh pada gaya berbicara putra-putrinya. Saya dan istri saya selalu mengawali dengan kata “tolong” untuk menyuruh anak-anak saya, misalnya,”tolong ambilkan HP ayah”, setelahnya saya akan mengikutinya dengan kata ”terima kasih”.Sebagai orang tua saya tidak asal main perintah kepada anak-anak saya dengan harapan mereka akan melakukan hal yang sama dikelak kemudian hari. Hal ini saya juga lakukan pada murid-murid saya disekolah, saya selalu menggunakan kata “tolong, maaf, terima kasih dll. Mungkin bagi sebagian orang bahasa saya terlalu berlebihan mengingat saya menggunakan kata-kata tersebut pada anak kecil.

Sekali lagi keprihatinan ini muncul melihat fakta sehari-hari yang saya temui di warnet saya, dan hal ini menjadi keuntungan lain yang saya dapat, keuntungan yang membuat saya belajar banyak hal yang dapat saya aplikasikan terutama kepada anak-anak saya, murid-murid saya dan orang-orang terdekat saya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun