Mohon tunggu...
Yonathan Lu Walukati
Yonathan Lu Walukati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Panggil saja Jo.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sayen dan Konflik Agraria di NTT

28 Juni 2023   07:54 Diperbarui: 28 Juni 2023   08:00 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot dari film Sayen

"Sayen dan Konflik Agraria di NTT"

Sebut saja judulnya demikian. Walaupun, isinya tidak akan membahas kata-kata setelah konjungsi 'dan'. Dan, ya. Saya bingung memulainya dari mana. Namun, karena hari ini hujan dan bulan Juni masih tinggal sebentar lagi berakhir, saya akan memulai tulisan ini begini:

Hujan Bulan Juni benar-benar tiba hari ini. Ia datang sejak pukul empat telah menghabiskan setengahnya hingga pukul lima lebih sedikit. Cukup deras memang, tapi dirindukan oleh buciners sejati karena provokasi opa Sapardi. 

Sepeninggalan Hujan Bulan Juni, sore menjadi benar-benar sepi. Pun demikian dengan dingin yang menghantui. Belum lagi senja pukul lima kesayangan orang-orang tidak lagi menampakkan diri. Maka, ngopi saja tidak cukup bagi saya untuk menghangatkan diri dari cengkraman dingin. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk nonton. 

Kemudian, pilihan saya jatuh pada film Sayen, sebuah film besutan sutradara, Alexander Witt yang merupakan film bergenre Action Thriller. Sayen berkisah tentang seorang gadis yang membalaskan dendamnya dengan cara memburu orang-orang yang telah membunuh neneknya. Berbekal pengetahuannya tentang alam dan dibantu bakat pelatihannya, ia mampu membalas komentar dendamnya sekaligus menguak konspirasi sebuah perusahaan yang mengancam tanah leluhurnya.

Percakapan demi percakapan yang dimulai dari menit ke-14 hingga menit ke-18, seakan mengingatkan saya pada beberapa kasus investasi yang sangat menggiurkan di NTT, yang, tentu saja berkaitan dengan tanah adat atau tanah ulayat. Mari kita berandai-andai sambil menghitung banyaknya konflik agraria di NTT, konflik warga masyarakat adat dengan aparat, pelibatan pemuka agama untuk memuluskan geothermal, hingga pariwisata super premium yang hanya dinikmati orang-orang kaya. 

"Tolong dipahami baik-baik. Kita semua akan untung," kata seorang pembeli kepada nenek Ilwen. 

"Kalian membeli," jawab nenek Ilwen. "Kami bisa tinggal di sini." Kemudian dilanjutkan dengan bertanya, "kalian dapat apa dari ini?"

"Ekowisata berdasarkan preservasi," jawab seorang pemuda yang hendak membeli tanah hutan (Tanah Ulayat) milik komunitas di sana. 

"Tapi, wisata tak pernah ekologis dan hutan melakukan preservasi sendiri," balas nenek Ilwen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun