Mohon tunggu...
Yonathan Lu Walukati
Yonathan Lu Walukati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Panggil saja Jo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jodoh Bukan di Tangan Tuhan!

23 Februari 2023   19:52 Diperbarui: 23 Februari 2023   19:56 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Jodoh adalah kata-kata hiburan bagi mereka yang gagal dalam percintaan."

Beberapa orang percaya bahwa jodoh itu ada di tangan Tuhan. Beberapa lainnya percaya, bahwa untuk urusan jodoh, tuhan sama sekali tidak terlibat di dalamnya. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, karena ini adalah sesuatu yang bersifat filosofis, tergantung pada keyakinan masing-masing orang. 

Kalau kau berkeyakinan bahwa Tuhan atau kekuatan spiritual lainnya dapat memainkan peran dalam menentukan siapa yang akan menjadi pasangan seseorang, itu terserah padamu. Demikian juga, apabila kau percaya, bahwa jodoh itu bukan di tangan Tuhan, melainkan di tanganmu sendiri melalui usaha-usaha yang kau lakukan. 

Namun, mari kita lihat bagaimana ungkapan "jodoh di tangan Tuhan" ini begitu melekat dalam diri kita. Misalnya, teman atau kenalan kita baru saja putus cinta. Ia kemudian akan mendapatkan hiburan berupa kata-kata, "barangkali belum jodohnya," atau kalimat serupa yang datang dari yang bersangkutan, "mungkin Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik untuk saya." Padahal kita tahu, putus atau berlanjutnya hubungannya, itu sepenuhnya dikendalikan oleh yang bersangkutan.

Atau contoh lainnya adalah kasus perceraian yang terjadi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Indonesia 2022, sebanyak 447.743 kasus perceraian terjadi pada tahun 2021 yangmana mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 291.677 perkara. Data ini hanya menghitung perceraian untuk agama mayoritas saja. Bayangkan jika keseluruhannya dihitung. Ada berapa banyak angka perceraian dari jodoh yang sudah disediakan itu?

Jika jodoh ada di tangan Tuhan, lantas apakah perpisahan atau perceraian juga disebabkan oleh kekuatan yang sama yang telah mempersatukan sebelumnya?

Jodoh ada di tangan Tuhan atau tidak, jawabannya tergantung pada apa yang kita percayai. Masalahnya, tidak ada orang yang bisa mengetahui siapa yang akan menjadi jodohnya, atau siapa yang akan berjodoh dengan dia. Itulah sebabnya, jodoh itu misterius. Tidak ada yang tahu. Maka, oleh orang-orang teis, jodoh dianggap bagian dari takdir. Bagi orang yang menganut agama dengan konsep Tuhan personal, jodoh adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan atau dengan kata lain, jodoh ada di tangan Tuhan.

Percaya bahwa jodoh ada di tangan Tuhan bukan berarti bahwa mereka tidak perlu berusaha mencari atau membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Beberapa orang, termasuk saya, percaya bahwa menemukan jodoh adalah proses dari kombinasi usaha dan perjuangan. Tapi, kalau usahamu hanya sekadar chat, "lagi buat apa?" "Sudah makan belum?" "Sudah mandi? Sana mandi dulu. Bau," dan lain sebagainya, ya, wajar bila orang yang sedang kau usahakan itu menjauh dan lebih memilih orang lain yang lebih pasti. Hadehhh.

Oleh orang-orang yang tidak percaya Tuhan berperan atas jodoh seseorang, jodoh adalah kesesuaian antar individu. Jodoh adalah perjalanan untuk mencari kecocokan. Jodoh adalah hasil dari usaha yang dilakukan. Jadi, ya, jika memilih untuk percaya atau tidak percaya bahwa jodoh itu di tangan Tuhan, saya lebih memilih tidak percaya. Sebab, ada banyak pekerjaan yang jauh lebih berarti yang bisa dikerjakan Tuhan, selain mengurus jodohmu yang tidak kau temukan karena kurangnya usahamu. Menghentikan kasus pemerkosaan, pembunuhan, korupsi, misalnya. Atau, kalau mau, segala jenis perbuatan melawan hukum, termasuk segala jenis kejahatan yang ada dalam ruang-ruang yang begitu kita diagung-agungkan sebagai tempat orang-orang kudus. 

Saya percaya bahwa jodoh memang harus berdasarkan usaha sendiri. Jodoh berada di tangan saya dan pasangan. Itu berarti, segala usaha dan resiko yang kemungkinan akan terjadi, itu semua ditanggung oleh saya dan pasangan. Saya tidak mau membebankan tuhan untuk urusan jodoh saya, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Maka, ketika ada perpisahan ataupun perceraian karena faktor perselisihan, pertengkaran, ekonomi, perselingkuhan, KDRT dan lain sebagainya, Tuhan tidak bisa disalahkan atas apa yang kita lakukan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun