Salim Mubarok At Tamimi alias Abu Jandal al Yamani alias Salim Penceng. Pria kelahiran Pasuruan Jatim itu membuat heboh jagat maya. Dalam videonya yang bisa kita saksikan di situs Youtube, pria ini dengan tenang namun begitu meyakinkan menantang TNI, Polri dan juga Banser NU. Nah, melihat tayangan video yang bisa diakses secara bebas dan mudah lewat internet itu, bagaimana sebaiknya sikap kita? Tentu saja, sikap kritis dalam mengkonsumsi media harus kita kedepankan. Terkait dengan video tersebut, ada beberapa tafsir yang bisa saya ajukan:
Pertama. Video tersebut adalah video propaganda. Tapi, apakah resmi dari ISIS atau tidak belum diketahui kebenarannya. Ataukah hanya sekedar video yang diunggah karena inisiatif pribadi dengan motif dan kepentingan pribadi saja. Kita tak pernah tahu. Ini yang kemudian membuat kita mesti berhati-hati dalam menafsirkan video propaganda tersebut.
Kedua. Terkait dengan isi. Video tersebut menyebut TNI, Polri, Banser sebagai “babi-babi bodoh”. Saya kira, disatu sisi bisa dilihat sebagai penghinaan terhadap eksistensi lembaga tersebut. Tapi, disisi lain, munculnya video tersebut justru menguntungkan sebagai “bukti” bahwa ancaman ISIS terus bermunculan dan ini sebagai alasan logis aparat untuk terus memerangi teroris dengan jargon kontra terorisme. Oke, perang terhadap teroris mungkin memang seharusnya dilakukan. Tapi, ketika kelak perang terhadap terorisme itu dilakukan secara membabi buta dan kerap brutal terhadap orang yang masih diduga sebagai pelaku terorisme. Ini juga tak boleh dibiarkan. Sebab tentu bertentangan dengan kemanusiaan dan hukum yang berlaku di tanah air.
Ketiga. Bagi media apapun, baik televisi, koran cetak, media online yang terjebak memberitakan demi rating. Tentu yang demikian adalah sebentuk “dosa media”. Kenapa? Benar bahwa tugas media adalah menghadirkan fakta. Tapi doktrin itu sepertinya sudah perlu direvisi. Kita sekarang ini juga perlu menghadirkan apa yang disebut dengan “Jurnalisme Makna” sehingga media secara tidak sadar hanya menjadi media (corong) para teroris atau siapapun yang mengambil keuntungan dari munculnya propaganda melalui video youtube tersebut.
Keempat. Ini yang terpenting, yaitu sikap publik. Kita, khususnya umat Islam tak perlu terpancing dengan video-video semacam itu. Video yang mencoba “Menegakkan Syariat Allah SWT” tapi dengan jalan pro kekerasan. Saya kira, konteks Indonesia tidak relevan. Betul memang umat Islam sekarang, apalagi di bawah pemerintahan Jokowi JK kerap terpinggirkan. Tapi, jalan perjuangan, jalan dakwah yang perlu dilakukan adalah perjuangan yang mengedepankan dialog, adu argument, adu konsep, adu gagasan dan perjuangan politik yang benar-benar membela umat bukan sekedar mengejar kekuasaan semata.
Inilah beberapa tafsir yang bisa saya sodorkan. Sebatas tafsir atas pembacaan sepintas saja memang. Tapi, saya kira untuk saat ini, cukup sebagai bahan mengambil sikap atas tayangan video tersebut. Namun, terlepas dari semua itu. Munculnya tayangan tersebut saya kira perlu dilawan dengan memunculkan tayangan-tayangan perjuangan (dakwah) umat. Tayangan yang tentunya mengkampanyekan Islam (umat Islam) yang ramah tapi tetap tegas dan punya sikap sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang benar bukan sebaliknya, mengkmmpanyekan kekerasan. Demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H