Pilpres 2019 tinggal menghitung hari, tapi di media sosial (medsos) kampanye golput terus membanjiri lini massa. Golput sendiri akronim dari Golongan Putih, sebutan sebagai sikap yang tidak akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.Yang menjadi pertanyaan sekarang, siapa yang diuntungkan kalau golput terus disuarakan? Jelas kubu Prabowo. Kenapa?
Kita lihat. Ajakan golput  di 2019 dimulai dengan munculnya capres tandingan yang beredar di medsos. Memang untuk lucu-lucuan semata.  Pasangan capres-cawapres alternatif  Nurhadi-Aldo (Dildo) muncul. Menamakan dirinya dari Koalisi Tronjal Tronjol Maha Asyik.  Baik kubu Jokowi maupun Prabowo awalnya juga asyik-asyik saja menyambut kemunculannya. Bahkan, media arus utama (mainstream) seperti  Kompas TV yang dipandu wartawan senior Rosiana Silalahi mengundangnya tampil dalam sebuah talkshow.  Memang, kemudian kehebohan tokoh itu lenyap karena terindikasi mendukung golput.
Kini, kampanye Golput disuarakan oleh mereka yang awalnya kebanyakan mendukung Jokowi. Dimotori oleh jurnalis, aktivis, sastrawan dan kelas menengah berpendidikan. Â Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM lewat Laboratorium Big Data Analytics pernah melakukan analisis big data tentang isu golput menjelang Pemilu 2019. Data diperoleh melalui beberapa sumber, yakni percakapan di media sosial Twitter dan pemberitaan di 276 media online. Hasilnya, analisis data Twitter menunjukkan bahwa Jawa Barat (21,60 persen), DKI Jakarta (14,94 persen), dan Jawa Timur (14,64 persen) adalah daerah dengan percakapan isu golput terbanyak jika dibandingkan dengan daerah lain. (Yons Achmad/Pengamat medsos/Tingal di Depok).
Tagar yang muncul diantaranya #golput, #2019golput, #2019TetapGolput, #suaragolput, #pemilumembunuhmu.  Diantara akun Twitter yang disebut kerap menyinggung isu golput adalah akun  sastrawan, Saut Situmorang (@AngrySipelebegu dengan pengikut (followers) 197.100. Atau akun @beritaKBR yang diikuti 822.624 . Beberapa hasil ini berhasil diperoleh selama pengumpulan data. Temuan awal yang cukup menarik. Lantas, sekarang, bagaimana kalau kita bidik potensi golput dari kalangan "gerakan" Islam? Kita lihat.
Kelompok "gerakan" Islam yang terang-terangan golput adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Konon, ormas yang sudah dibubarkan pemerintah ini disebut-sebut bakal mendukung Partai Bulan Bintang (PBB) yang dalam pilples 2019 mendukung Jokowi, Â akankah dalam pilpres 2019 ini HTI bakal golput atau mendukung Jokowi? Hanya mereka dan Tuhan saja yang tahu. Selanjutnya, beberapa kelompok Salafi juga sejak dulu golput. Â Kalangan lain, Jamaah Tabligh dari dulu juga golput. Hanya, beberapa "selebnya" diantaranya Ustaz Derry Sulaiman, mantan anggota band "underground" yang kini sudah hijrah, ternyata tak golput, tapi terang benderang lewat akun instagramnya mendukung "PAS Mantab" alias Prabowo.
Dari bidikan singkat ini, jelas kampanye golput membikin ketar-ketir kubu petahana. Sampai-sampai Romo Magnis Susena di kolom opini Kompas menyebut mereka yang golput dengan pilihan "bodoh". Â Di lain sisi, demi suksesnya pemilu (untuk tak mengatakan suksesnya petahana kembali berkuasa), maka TNI-Polri terus menerus cetak spanduk "Nyoblos Itu Keren". Sementara, Menkominfo Rudiantara rajin sekali tampil di televisi sukseskan pemilu. Tapi, masalahnya, ketika kampanye golput membuat kubu Prabowo untung besar, akankah bisa memenangi pilpres 2019? Sejarah yang nanti bakal mencatatnya. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H