Mohon tunggu...
Cahyono
Cahyono Mohon Tunggu... -

Pengamat Polhukam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik Antar Umat Beragama, Intelijen dan Aparat Keamanan Tidak Kecolongan

14 Oktober 2015   01:11 Diperbarui: 14 Oktober 2015   17:18 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dibutuhkan kesadaran untuk bertoleransi"][/caption]

MANADO - Terjadinya gesekan antar kelompok umat beragama di Indonesia bukan merupakan indikasi lemahnya intelijen dan aparat keamanan. Penilaian tersebut diutarakan oleh aktivis Gerakan Bina Tanah Air Sulut, Salman Charles Ngantang, SH. "Tentunya kita semua menyesalkan adanya insiden seperti di Tolikara dan Aceh Singkil. Evaluasi sistem keamanan perlu dilakukan, tapi secara obyektif", ujarnya.

Menurut Salman, pihak intelijen dan aparat keamanan sudah berbuat maksimal mengamankan NKRI. "Dalam menilai permasalahan, jangan pakai kacamata kuda. Ketika Indonesia aman, tidak ada yang memuji mereka (intelijen dan aparat keamanan), tapi saat ada kerusuhan sedikit, masyarakat langsung menghujat". Pola pikir seperti dirasa kurang adil. "Aparat kita sudah bekerja keras, buktinya insiden Tolikara dan Aceh Singkil bisa dilokalisir sehingga tidak merembet ke daerah lainnya", lanjutnya. Dalam penanganan masalah di lapangan, sering muncul dinamika.

"Intel, polisi, dan tentara kita jumlahnya sangat sedikit dibandingkan penduduk Indonesia. Mereka (sudah) antisipasi, tapi jika bertindak keras, malah nanti dibilang melanggar HAM lagi". Guna menjaga kerukunan antar umat beragama, Gerakan Bina Tanah Air Sulut menilai bahwa seluruh komponen ikut bertanggungjawab. "Di negara adikuasa saja kerusuhan rasial masih bisa terjadi. Sehebat apapun aparat kita, tapi kalau masyarakatnya intoleran, ya percuma saja" imbuh Salman. Menyikapi kondisi ini, pria penggemar akik ini mengharapkan agar Wawasan Nusantara digalakkan. "Mari torang samua jangan berpikir sektoral, jangan menilai dari satu sisi saja. Negara kita beragam suku bangsa dan agama, jika wawasan kebangsaan diabaikan, maka jalannya akan buntu", tutupnya. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun