Hah? Nggak salah kamu bilang manusia adalah puncak ketidaksempurnaan? | Nggak tuh | Manusia itu di ciptakan sempurna Yon | I know, di titik yang sama itu adalah pertanda ketidaksempurnaan, jika meyakini manusia sebagai kesempurnaan, sama artinya kamu menentang kesempurnaan yang menciptakan
Tulisan ini membahas panjang lebar tentang ketidaksempurnaan manusia? Nggak sejauh itu Kawan, nggak sedalam itu. Hanya sedikit berbagi cerita klasik yang jamak terjadi di masyarakat, salah satunya seperti yang kuceritain di bawah ini .......
Satu waktu, ada seorang teman dengan tampang serius bertanya begini,
“Kenapa orang yang berlabel/berjubah seperti Romo, Uztad, Bhante, Pendeta, dll, ketika melakukan kesalahan beritanya jadi heboh padahal kesalahan serupa juga dilakukan oleh masyarakat biasa/umum. Kenapa ya?”
Eem, simple answer, “Ya karena jubah atau label yang melekat dalam diri orang-orang itu hingga membuat kesalahan kecil pun akhirnya dinilai sebuah kesalahan fatal oleh masyarakat”.
Maksudnya?
Manusia dengan label/jubah seperti di atas adalah manusia dengan pemahaman dan mendasarkan hidup dengan nilai yang di anggap luhur dalam keyakinannya. Mereka adalah manusia yang “dilabeli” di atas rata-rata dari kebanyakan orang.
Catat ya, "Dilabeli"
Pelabelan lazim diberikan oleh masyarakat ketika seseorang fasih bicara tentang nilai ke-Tuhan-nan. Padahal fasih di mulut itu belum tentu linier dengan kelakuan.
Pelabelan di atas rata-rata punya konsekuensi + konotasi seseorang yang sempurna, masyarakat mengamini kelaziman ini.
Sayangnya, di saat bersamaan masyarakat lupa bahwa mereka ini juga manusia yang tak pernah lepas dari kemungkinan berbuat salah. Ada yang bilang, 'manusia terlahir dengan kodrat yang melekat sebagai pendosa'. Tentu pernyataan ini bisa di perdebatkan.
Ketika manusia dengan label di atas rata-rata dalam hal keimanan melakukan kekonyolan dengan mencuri, menghamili di luar nikah dan berbagai hal buruk lainnya, seketika itu pula muncul pelabelan salah dengan tingkat kemurkaan lebih dibanding dengan hal konyol sama yang dilakukan orang biasa.
Tapi sadarkah, ketika masyarakat membabi buta mengutuk kekonyolan ini, di saat bersamaan sebenarnya melakukan penyangkalan terhadap diri sendiri. Penyangkalan yang terjadi karena terlanjur memberi ‘penghormatan berlebih’ kepada manusia-manusia yang di anggap khusus atau istimewa.