Mohon tunggu...
YONNI CASTELLO
YONNI CASTELLO Mohon Tunggu... -

Jangan risaukan Nikmat yang belum kita Miliki, tapi risaulah akan Nikmat yang belum kita Syukuri .......

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PBB/BPHTB Dihapus, Program “Pro Rakyat” atau “Ego Sektoral”?

6 Februari 2015   19:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:42 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) serius dengan rencananya menghapus Pajak Bumi Bangunan (PBB), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Menteri ATR Ferry Mursyidan Baldan yakin kebijakan ini tidak akan membuat penerimaan negara anjlok. "Pada dasarnya penerimaan pajak oleh negara untuk kesejahteraan. Ketika kita beri keringanan dan itu mensejahterahkan, tidak membebani, itu juga bagian dari fungsi pajak," Terkait rencana kebijakan itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pun men”amin”i menyatakan kalau kementeriannya tidak terlampau mempermasalahkan. Khusus mengenai potensi pengurangan penerimaan negara, dia menyatakan, terobosan itu tidak akan berdampak besar.

Yo mesti wae lah Pak e-Pak e…. tidak terpengaruh terlalu besar pada penerimaan Negara, lha penerimaannya sudah dilimpahkan ke Daerah alias dianggap Pendapatan Asli Daerah atau full dikelola daerah konsekwensi amanat regulasi Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)

Tetapi bagaimana dengan kemampuan Fiskal Pemerintah Daerah ?

Pemerintah Daerah sebagian besar pasti akan keberatan dengan penghapusan tersebut, khususnya untuk daerah yang tidak mempunyai kekayaan alam yang berlimpah kemampuan fiskalnya pun semakin sempit karena penghasilan dari sektor PBB dan BPHTB  merupakan “primadona” dan yang rata rata menduduki peringkat 3 (tiga) besar dalam struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sebagai sumber dana untuk pembangunan.

Selain itu juga akan berdampak pada anggaran sektor lainnya yaitu bidang pendidikan dan kesehatan yang selama ini Daerah dibebani/diwajibkan  menganggarkan 20% (pendidikan) dan 10% untuk kesehatan dalam struktur APBD nya.

Coba kita hitung hitungan kasar saja misal : rata-rata Pemerintah Daerah dari sektor PBB dan BPHTB mendapat pendapatan lebih/kurangsebesar Rp. 15 miliar. Kalau pendapatan itu dihilangkan berarti sektor pendidikan pun anggarannya akan hilang sebesar Rp. 3 miliar, dan untuk sektor kesehatan kehilangan sebesar Rp.1,5 miliar. Sekarang kalikan dengan Jumlah Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Berapa potensi anggaran yang akan hilang untuk sector pendidikan dan kesehatan ……  ? (ini belum termasuk kota besar lho seperti Jakarta yang pendapatannya bisa mencapai trilunan yang mungkin bisa berpengaruh dengan anggaran untuk Jakarta sehat nya).

Apalagi sekarang Pemerintah Daerah yang mempunyai ‘desa’ juga dibebani anggaran untuk desa sebesar 10%.

Sehingga dapat dipastikan pembangunan di banyak daerah bakal terhambat jika pendapatannya berkurang, karena fiskal dan pembangunan daerahnya menjadi semakin sempit,

Kalau alasannya  “ jika terus menerus dikenakan pajak, tak sedikit penduduk yang merasa hidup 'ngontrak' di negaranya sendiri”. Lha tapi kalo berimbas sektor lain… bisa bisa sektor pendidikan dan kesehatan yang ngontrak bagaimana ?

Oleh karena itu perlu dipertanyakan rencana tersebut sudahkah dipikirkan masak-masak, Bagaimana apabila kebijakan salah satu sektor mempengaruhi sektor lainnya? ... betulkah itu menguntungkan rakyat kecil, dan membuktikan pemerintahan Presiden Jokowi pro rakyat atau hanya karena ego sektoral saja untuk mendapat nilai Plus…?

Saat ini Pemerintah Daerah kelihatan mulai gelisah dengan wacana tersebut dan herannya kenapa induknya (Kementerian Dalam Negeri yang mengerti ke”otonomi daerahan) adem ayem saja, jadinya seperti Wakwaw kehilangan bapaknya “ bapak manaaa … bapak manaaa….!!!!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun